Jejak Merah

Kesaksian Eks Prajurit Cakrabirawa di Malam 30 September 1965

Vandi Romadhon - detikNews
Kamis, 30 Sep 2021 08:52 WIB
Eks Cakrabirawa, Ishak Bahar, salah satu saksi mata peristiwa 30 September 1965, Selasa (29/9/2021). Foto: Vandi Romadhon/detikcom
Purbalinggga -

Menengok peristiwa berdarah yang terjadi pada 30 September 1965 tidak bisa lepas dari pasukan elite pengawal presiden, Cakrabirawa. Berikut ini kesaksian mantan prajurit Cakrabirawa yang kemudian dipenjara belasan tahun tanpa proses persidangan.

detikcom sempat menemui salah satu eks anggota Cakrabirawa yang saat ini tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah. Adalah Ishak Bahar, salah satu saksi peristiwa pembunuhan jenderal yang mayatnya dibuang di sumur Lubang Buaya.

Pria yang saat ini berusia 87 tahun itu dengan jelas menceritakan peristiwa yang dialaminya pada malam kejadian pembantaian para jenderal.

"Tahun 1956 saya mulai di militer, saya kesatuan di raiders, kopassus, terakhir saya pengawal istana, justru saya kenanya di pengawal istana tahun 1965," kata Ishak Bahar saat dikunjungi di rumahnya, Rabu (29/9/2021).

Ishak menceritakan, dia awalnya tidak tahu bahwa akan dilibatkan dalam sebuah peristiwa yang dramatis.

"Sulit diceritakan, saya kan komandan regu pengawal istana untuk mengawal Sukarno ke mabes teknisi di Senayan. Tahu-tahu Pak Untung datang, 'sudah jangan mengawal, ikut saya' (menirukan perkataan Untung), itu tanggal 30 (September)," katanya.

Mendapatkan perintah itu, dirinya sempat bertanya alasan perintah itu dialamatkan kepadanya. Ishak masih ingat bagaimana jawaban Untung atas pertanyaan yang dia sampaikan.

"Jawaban Untung begini 'Kamu mengawal saya, jadi ajudan saya, kamu kan bawahan, patuh hormat serta taat kepada pimpinan tidak membantah perintah atau putusan' (menirukan Untung), itu jam 18.00 atau 19.00 WIB," ucapnya.

Eks Cakrabirawa, Ishak Bahar, salah satu saksi mata peristiwa 30 September 1965, Selasa (29/9/2021). Foto: Vandi Romadhon/detikcom

Selanjutnya Ishak mengaku dibawa oleh Untung, bersama dengan Kolonel Latief, sopir dan ajudan. Dengan bersenjata lengkap, dia tidak diberi tahu tujuan perjalanan itu.

"Nggak dikasih tahu, tahu-tahu mampir ke RSPAD nengok Soeharto, anaknya kan Tommy sedang sakit. Setelah itu ke Lubang Buaya," lanjutnya

Sesampainya di Lubang Buaya, Ishak ditempatkan di sebuah pondok. Tidak berselang lama, menurutnya, pasukan Cakrabirawa yang lain tiba di lokasi itu.

"Tahu-tahu dibagi supaya menculik jenderal, saya nggak, saya ngawal Untung. Waktu itu pukul 01.00 WIB malam," ungkapnya.

Sekira pukul 04.00 WIB dini hari Ishak menyaksikan pasukan berdatangan. Dengan rasa kaget dia melihat sebagian jenderal sudah dalam keadaan mati.

"Datang pasukan, Jenderal Yani sudah mati, (Brigjen DI) Panjaitan mati, (Mayjen MT) Haryono mati, Toyo (Brigjen Sutoyo Siswomiharjo) mati. Yang hidup hanya tiga, Jenderal Prapto, Jenderal Parman dan satu lagi siapa itu (Lettu) Tendean," tuturnya.

Sontak kepanikan terjadi, karena dirinya tidak pernah menduga akan terjadi peristiwa yang mengerikan itu.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Simak juga 'Melihat Gua Umbul Tuk yang Jadi Tempat Persembunyian Anggota PKI':






(rih/rih)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork