Hal senada juga disampaikan Bupati Pekalongan Fadia Arafiq yang menyebut harga Rp 6,8 juta itu tidak masuk akal. Pihaknya pun meminta Dinkes Pekalongan untuk turun tangan memantau harga eceran di daerahnya.
"Saya minta pada khususnya kepala dinas kesehatan untuk menghimbau semua yang nanti pasang harganya tinggi, yang tidak masuk akal, kita bisa tindak tegas. Harga sebenarnya sudah ada standarnya mengikuti dari pusat," kata Fadia Arafiq.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Kapolres Pekalongan AKBP Darno menyebut mahalnya harga satu set oksigen satu kubik itu wajar. Sebab, menurutnya tidak ada HET yang ditentukan dari pusat. Namun, dia mengaku sudah memeriksa pihak apotek maupun dari distributor.
"Kalau kita melihat dari struk ataupun jumlah nominal yang ada, itu merupakan hal yang wajar. Karena HET (Harga Eceran Tertinggi), tidak diatur itu. Kalau HET-nya diatur baru bisa ketemu itunya (pelanggarannya). HETnya tidak ada?" terang AKBP Darno.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iqbal Alqudusy menyebut pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kasus ini. Pihaknya menegaskan bakal menindak tegas para pedagang nakal.
"Kami masih melakukan penyelidikan, jika memang ditemukan ada yang menjual oksigen dengan harga tinggi akan kami tindak," kata Iqbal saat ditemui di sela vaksinasi di UIN Raden Mas Said, Solo, kemarin.
Iqbal menjelaskan, Polres Pekalongan telah mengecek ke penjual satu set oksigen Rp 6,8 juta itu yakni di Apotek Gema Farma. Pihak apotek disebut menyampaikan rincian harga.
Rinciannya, kata Iqbal, yakni satu unit oksigen dengan harga Rp 4,5 juta dan satu unit regulator harga Rp 2,1 juta. Harga satu set itu, kemudian di apotek dijual Rp 6,8 juta.
"Jadi harga itu dari distributor di Jakarta, kemudian masuk ke agen, dan pindah ke agen lagi baru ke apotek. Selisihnya Rp 200 ribu," ucapnya.
(ams/ams)