Alumni Aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM Galang Donasi Peti Mati

Lonjakan Kasus COVID-19

Alumni Aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM Galang Donasi Peti Mati

Jauh Hari Wawan S. - detikNews
Rabu, 14 Jul 2021 12:20 WIB
Proses pembuatan peti mati yang dilakukan oleh alumni aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM, Rabu (14/7/2021).
Proses pembuatan peti mati yang dilakukan oleh alumni aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM, Rabu (14/7/2021). (Foto: dok alumni aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM)
Sleman -

Lonjakan kasus harian virus Corona atau COVID-19 di Indonesia terus terjadi. Setiap hari puluhan ribu orang dinyatakan positif Corona di Indonesia beberapa hari belakangan ini.

Fasilitas kesehatan mulai megap-megap tak mampu menampung pasien. Kabar kematian pun semakin tak terelakkan.

Kini, krisis bukan hanya soal ketersediaan bed untuk pasien. Peti mati pun dinilai mulai sulit didapatkan. Kondisi ini akhirnya mendorong sejumlah alumni aktivis Gelanggang Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk bergerak. Atas dasar kemanusiaan mereka menggalang donasi untuk peti mati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adalah Capung Hendrawan yang menjadi motor gerakan ini. Ia kemudian menjadi penyambung lidah bagi sesama alumni aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM lainnya.

Juru bicara relawan alumni aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM Herlambang Yudho Dharmo mengatakan basis gerakan ini memang donasi untuk membelikan bahan baku pembuatan peti mati. Proses pembuatan peti dilakukan oleh orang-orang yang tergabung dalam gerakan ini.

ADVERTISEMENT

"Memang basisnya pada donasi, tapi kami lebih ke pengadaan petinya. Kalau donasi itu nanti kita bisa membelanjakan untuk peti jadi. Tapi kita donasi untuk membeli bahan yang langsung kita buat menjadi peti, begitu," kata Herlambang saat dihubungi wartawan, Rabu (14/7/2021).

Herlambang mengatakan gerakan ini mulanya sebagai respons atas krisis ketersediaan peti mati di RSUP Dr Sardjito yang kebutuhannya meningkat seiring tingginya angka kasus kematian COVID-19 belakangan ini. Karena peti mati tidak tersedia, proses pemakaman menjadi tertunda karena jenazah tertahan di rumah sakit.

"Dia (Capung) itu prihatin sebenarnya dengan kondisi nakes yang ada di sana. Mulai dari memandikan, kemudian di kamar jenazah, sampai petugas ambulans pemakaman itu kalau tidak segera diadakan peti itu kami mengkhawatirkan secara psikologis mereka akan terganggu," ungkapnya.

Berbekal peralatan pertukangan yang dimiliki oleh Capung, sejak Sabtu (3/7), bersama alumni aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM dan seniman panggung serta perajin kayu, mereka mulai membuat peti mati. Awalnya, Capung dan Herlambang cs hanya mampu merakit setidaknya 6 buah peti. Lalu jadi 15 buah peti dan kini total telah terangkai sekitar 30 buah peti mati per hari.

"Sejauh ini baru didistribusikan secara terbatas ke RSUP Dr Sardjito dan RSA UGM," katanya.

Herlambang cukup aktif mewartakan giat mereka sosial media, platform Facebook utamanya. Diceritakannya, sempat ada permintaan dari perorangan untuk pembuatan peti mati. Namun, ia harus menolak permintaan itu karena tidak ada stok.

"Ada yang japri di Facebook, saya terlambat menjawab, (dan) petinya nggak ada. Yang japri bilang kalau bapaknya meninggal isoman di rumah dan nggak dapat peti, ya sedih sekali dengerin itu. Walaupun kalau saya jawab saat itu kami juga tidak punya stok, tidak bisa kami berikan karena itu sudah hak Sardjito," ucapnya.

Herlambang cs tak berangan-angan untuk menjadi perajin peti mati. Bahkan ia berharap jika kegiatannya dalam membuat peti mati segera berhenti, artinya ia ingin agar pandemi Corona ini segera berakhir.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Namun, jika ternyata pandemi ini masih berlangsung, maka ia ingin agar semua bisa gotong royong untuk mengatasi krisis.

"Harapan utama kami sesegera mungkin kami berhenti produksi, artinya COVID-19 itu sudah turun atau pengadaan peti itu juga sudah teratasi. Harapan kami yang lain adalah kalau memang masih panjang ini, supaya kita bareng-bareng memenuhi kebutuhan peti yang krisis ini. Kita kan gotong royong, nomor satu semangatnya," tegas dia.

Mampu merakit puluhan peti per hari bukan berarti kualitas produk dikesampingkan. Herlambang memastikan setiap barang tercipta di bengkel milik Capung Hendrawan, di Nogotirto, Sleman, tetap menyesuaikan standar peti yang dipakai untuk memakamkan jenazah pasien COVID-19.

Peti ini dibuat memakai multiplek 12 mm untuk tepian dan 18mm di bagian dasar. Semua disusun secara presisi. Baru setelah semua terangkai dilanjutkan dengan pengecatan.

"Sudah rata semua, kotak, terus nanti dalamnya dikasih plastik, itu nanti jenazah dimasukkan dalam keadaan sudah terbungkus dibungkus plastik lagi. Prinsipnya adalah lapisan yang melindungi jenazah itu tidak terakses langsung dari luar," jelasnya.

Gerakan ini, kata Herlambang, diisi oleh para pekerja seni lintas disiplin ilmu. Sutradara, fotografer, pekerja set panggung teater yang bukan dari lingkar alumni UGM, dari tangan-tangan mereka peti mati ini bisa dibuat. Sampai hari ini ada puluhan orang yang ikut berpartisipasi untuk membuat peti.

"Saya juga fotografer, saya foto, udah bercerita saja (di Facebook). Tidak ngomong minta donasi tapi kemudian ada yang memberikan donasi, bukan apa-apa, bukan kami tidak butuh donasi. Open donasi itu saya takutnya kalau tidak terkendali kami tidak mampu memenuhi kami juga berat. Tanggung jawabnya berat," tutup Herlambang.

Halaman 2 dari 2
(sip/ams)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads