Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, memastikan tak akan memberlakukan lockdown meskipun lonjakan kasus COVID-19 di DIY terus melejit. Ada beberapa alasan Sultan memilih mengurungkan rencana itu.
Daerah lain masih membebaskan mobilitas warga
Menurut Sultan, lockdown juga tak efektif jika hanya berlaku untuk masyarakat DIY, sedangkan daerah lain masih tetap membebaskan mobilitas warga.
"Nek (kalau) di-lockdown, kabeh tunggu neng ngomah (kalau di-lockdown, semua berada di dalam rumah). Nggak boleh keluar. Gitu loh. Tapi kalau Yogya di-lockdown, ya kan, rakyat Yogya ora oleh (tidak boleh) keluar rumah, ning saka (tapi dari) Jakarta, saka (dari) Jawa Timur mlebu (masuk) Yogya terus arep ngapa (masuk Yogya terus mau apa)?" kata Sultan usai memimpin rapat COVID-19 bersama Bupati dan Wali Kota se-DIY, di Kompleks Kepatihan, Kemantren Danurejan, Yogyakarta, Senin (21/6).
Pernyataan Sri Sultan tersebut mementahkan pernyataan sebelumnya yang sempat mempertimbangkan akan melakukan lockdown di Yogyakarta karena kondisi penularan COVID-19 harian di daerah tersebut yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Tak kuat membiayai kebutuhan hidup seluruh warga
Sultan menegaskan, jika harus memberlakukan lockdown, sangat berat bagi pemerintah. Sebab, Pemda DIY harus mengganti pendapatan dari larangan berjualan kecuali apotek, toko obat, dan supermarket.
"Nggak ada kalimat lockdown. Saya nggak kuat untuk ngragati (membiayai) rakyat sak Yogya. Keputusannya tetap PPKM, di mana konsekuensinya jangan pernah mengatakan lockdown, totally close, yang buka hanya apotek, toko obat dan supermarket. Pemerintah ganti duit. Kita nggak kuat," jelas Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Warga disarankan jimpitan untuk bentuk satgas tingkat RT
Bahkan, untuk pembentukan Satgas Penanganan COVID-19 tingkat RT di DIY juga mengalami kendala pendanaan. Kepala Satpol PP DIY Noviar Rahmad menyebut lingkungan atau permukiman menjadi salah satu tempat rawan penularan COVID-19. Hal tersebut sebenarnya bisa dicegah jika ada Satgas Penanganan COVID-19 tingkat RT di semua RT di DIY.
"Tapi pembentukannya terkendala, salah satunya soal pendanaan. Anggaran dari desa hanya ada 8 persen yang bisa masuk re-focusing anggaran. Akibatnya baru ada 9 ribuan dari 27 ribuan RT yang memiliki Satgas," kata Noviar saat diwawancarai di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (21/6).
Selanjutnya: Pemerintah dituding tak solid hadapi pandemi
(mbr/mbr)