Pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad menyarankan warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan daerah lain untuk berada di rumah saja. Menurutnya, kenaikan kasus positif virus Corona atau COVID-19 akhir-akhir ini karena mobilitas warga.
"Sudah jelas, peningkatan kasus ini kan kaitannya dengan mobilitas yang tinggi. Dan satu cara mengendalikan penularan ketika sudah meningkat seperti ini dengan menurunkan mobilitas," kata Doni, sapaan akrabnya, saat diwawancarai wartawan usai rapat dengan jajaran Pemda DIY di Kompleks Kepatihan, Kemantren Danurejan, Yogyakarta, Senin (21/6/2021).
Ia menjelaskan, menghentikan atau menurunkan mobilitas ini sudah terbukti di berbagai negara. Doni lalu mencontohkan Vietnam, Selandia Baru, dan negara lain di dunia banyak yang sukses menekan kasus Corona dengan menghentikan mobilitas penduduk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita seperti kembali di awal (pandemi Corona). Saya yakin masyarakat kita bisa untuk bekerja di rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah," jelasnya.
Ia mengungkapkan, jika menggunakan ukuran epidemiologi biasanya dua hal yang akan dikendalikan. Yaitu soal vaksinasi dan penularannya.
"Nah ini yang secara utuh satu kebijakan dari pemerintah tapi juga dukungan dari masyarakat kalau memang kita tidak ingin kasusnya meloncat lebih tinggi lagi," katanya.
Doni mengatakan, untuk mengendalikan penularan ini, cukup tiga minggu atau sekitar 20 hari ada ajakan atau kesadaran bersama masyarakat dan pemerintah untuk di rumah saja.
"Jika 70 persen masyarakat itu kemudian mau tinggal di rumah selama dua kali masa inkubasi atau sekitar 20 hari maka seharusnya kita bisa menurunkan," jelasnya.
Ajakan atau larangan di rumah saja ini, kata Doni, bisa menggunakan istilah apa pun. Seperti lockdown, PSBB, karantina wilayah, atau istilah lain yang pasti masyarakat harus berada di rumah selama minimal 20 hari.
"Lockdown itu kan istilah ya tapi apapun istilahnya bagi saya secara epidemiologi menurunkan mobilitas ukurannya, menurut saya lebih pada situnya (menurunkan mobilitas). Apakah kemudian itu mau disebut lockdown, PSBB atau bahkan pada awal penemuan nggak ada istilah. Bagaimana masyarakat itu bisa diminta untuk tidak melakukan mobilitas satu periode seperti pada awal pandemi," sarannya.
(rih/ams)