Warga terdampak proyek tol Yogya-Solo dari beberapa desa di Kecamatan Jogonalan dan Manisrenggo, Klaten, mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Klaten. Warga membawa pohon pisang dan sengon untuk menyampaikan kekhawatiran atas nilai ganti rugi.
"Kita khawatir karena kita dengar kabar di Desa Jungkare dan Kadirejo, Karanganom itu harga tanaman sama tanah tidak ada nilai layak. Saya kena tol juga, saya tidak rela" ungkap warga Desa Borangan, Kecamatan Manisrenggo, Nugroho di kantor BPN Jalan Veteran, Klaten, Selasa (15/6/2021).
Nugroho mengaku mendukung proyek tol berjalan tetapi harus ada kejelasan. "Kalau bisa saya minta Pak Jokowi datang turun ke Klaten. Biar jelas kok begitu ganti ruginya, saya sampai datang ke Desa Jungkare dan di sana juga belum klir, belum jelas," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Widodo, warga Desa Joton, Kecamatan Jogonalan mengatakan tanaman mestinya tidak dinilai glondongan, tetapi dihitung per pohon. Dia juga meminta nilai dinaikkan karena harga tanah sejak ada proyek tol juga sudah naik.
Warga Desa Kokosan, Kecamatan Prambanan, Ratno mengatakan belajar penetapan harga ganti rugi di beberapa daerah warga datang ke kantor BPN Klaten untuk memperjuangkan harga ganti rugi.
Pantauan detikcom di lokasi, warga datang dengan sepeda motor dan mobil pukul 10.00 WIB. Warga membawa poster, pohon pisang dan sengon. Lalu diletakkan di trotoar depan papan nama kantor BPN. Salah satu poster tertulis, 'Lahan kami bukan warisan Kompeni'.
Kepala Kantor BPN Klaten, Agung Taufiik Hidayat, saat ditemui menjelaskan soal warga yang menggelar aksi itu sebenarnya sudah pernah audiensi ke BPN. Untuk Desa Borangan, dan lainnya disebut belum ada musyawarah ganti rugi.
"Jadi yang Desa Borangan dan lainya itu belum ada musyawarah ganti rugi. Jadi warga belum tahu besar nilainya," jelas Agung pada wartawan.
Yang dipersoalkan Warga, ucap Agung, bukan ganti rugi tanah tapi soal tanaman. Saat ini BPN sudah melaksanakan musyawarah di 17 desa.
"Yang dimasalahkan warga itu (ke kantor BPN) bukan tanah tapi tanaman. Ini kita baru musyawarah di 17 desa atau 28 persen jadi belum semua, bertahap" lanjut Agung.
(mbr/ams)