Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X mewajibkan instansi pemerintah dan swasta untuk memperdengarkan lagu Indonesia Raya mulai hari ini. Di hari pertama pelaksanaan ini masih banyak warga yang tidak melaksanakan sikap berdiri tegak dan hormat.
Pantauan detikcom di kantor DPRD Kota Yogyakarta, Kamis (20/5), masih banyak warga yang tidak melaksanakan sikap berdiri tegak dan hormat. Saat Indonesia Raya berkumandang, sedang ada kunjungan anggota dewan dari DPRD lain.
Sikap yang sama saat Indonesia Raya berkumandang juga terlihat saat vaksinasi massal di Balai Kota, Yogyakarta. Para peserta vaksinasi tidak langsung berdiri tegak saat lagu kebangsaan tersebut berkumandang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, di Pasar Beringharjo yang sudah dipersiapkan dengan gladi resik sehari sebelumnya berjalan lancar. Namun, pedagang mengaku bingung ketika nantinya aktivitas jual beli sudah berjalan normal dan pasar kembali ramai.
"Kalau sekarang, bisa karena masih sepi. Besok kalau ramai ya belum tahu. Masak langsung ngajak pedagang berdiri tegak," kata salah seorang pedagang di Pasar Beringharjo, Bagio, saat ditemui di lokasi, Kamis (20/5/2021).
Terpisah, dalam sambutan saat pencanangan Gerakan Indonesia Raya Bergema, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menegaskan gerakan ini sepenuhnya tergantung dari semangat masyarakat. Surat Edaran (SE) hanya untuk memayungi imbauan saja.
"Surat Edaran hanyalah payung yang melindungi terhadap teriknya panas matahari, dan basahnya guyuran air hujan. Gerakan ini akan hidup berkelanjutan, jika warga memiliki ruh tadi, yang menjadi mesin penggeraknya. Bisa diandaikan saat kita mendorong mobil mogok tidak akan bisa berjalan sendiri, jika tidak ada percikan api pada mesinnya," kata Sultan.
Sultan pun mengajak seluruh masyarakat Yogyakarta untuk membangkitkan Gerakan Indonesia Raya Bergema. Gerakan ini seperti halnya Serangan Oemoem 1 Maret 1949, yang membawa inspirasi Semangat Kebangsaan, yang memang benar-benar hidup di hati masyarakat luas.
"Sebuah kegotongroyongan dengan 'semangat nasi bungkus', wujud solidaritas sosial dan ekspresi kultural," terang Sultan.
(ams/rih)