Kompleks mata air atau sendang di Dusun Jimbung Guo, Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes, Klaten sejak lama dikenal sebagai Sendang Bulus Jimbung. Julukan itu tidak terlepas dari keberadaan dua bulus (amyada cartilaginea) yang diyakini sebagai penghuni sendang dan dikaitkan dengan mistis dan legenda setempat.
Kompleks sendang yang kini bernama Taman Bulusan itu berada di dekat permukiman padat penduduk. Di dalam kompleks tersebut terdapat dua sendang berair jernih yang disebut Sendang Lanang dan Sendang Putri. Sendang ini tergolong unik karena berada dekat perbukitan kapur.
Dua bulus yang dikeramatkan warga itu, Kiai Poleng dan Nyai Remeng, dulu berada di area Sendang Lanang. Sendang Lanang ini letaknya di sisi barat, berbentuk persegi panjang dengan kedalaman sekitar 1,5 meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sendang Lanang ini memiliki panjang sekitar 8X4 meter. Di pojok timur Sendang Lanang ini tumbuh pohon randu alas berdiameter sekitar 1,5 meter.
Kemudian di sisi timur Sendang Lanang, ada Sendang Putri yang memiliki bentuk L yang luasnya tiga kali lipat. Dua sendang ini sebenarnya lebih mirip ceruk karena di sekitarnya dikelilingi struktur batu kapur putih keras mirip karang laut.
"Namanya Kiai Poleng dan Nyai Remeng, menurut cerita itu pasangan seperti suami istri. Kiai Poleng yang mati terakhir oleh Pemkab Klaten dilarung di pantai selatan," tutur juru kunci Sendang, Ruri (76) pada detikcom, Sabtu (3/4/2021).
Ruri menceritakan Kiai Poleng mati pada 2009 silam, sedangkan Nyai Remeng mati beberapa tahun sebelumnya. Saat ini diyakini di area sendang tersebut masih ada keturunan dari Kiai Poleng dan Nyai Remeng.
"Masih ada (keturunannya) tapi masih kecil-kecil. Tidak bebas seperti Kiai Poleng bisa dilihat, dinaiki dan biasanya saat saya panggil dibawakan ayam untuk makan akan muncul," ujar Ruri.
Ruri mengaku tidak mengetahui persis usia Kiai Poleng sebelum mati. Namun, pihaknya sempat mengukur panjang dan lebar dari tempurung Kiai Poleng tersebut.
"Panjang 135 cm dan lebar 85 cm tapi usianya tidak ada yang tahu. Karena konon menurut cerita, itu bukan bulus tapi jelmaan manusia yang dikutuk raja karena Kiai Poleng dan Nyai Remeng itu blusukan melamar raja atas perintah Putri Kaling majikannya," papar Ruri.
Secara fisik, kata Ruri, Nyai Remeng hanya berwarna gelap biasa. Tapi Kiai Poleng memiliki warna belang di tempurungnya.
"Jadi ada belang hitam putih-hitam putih. Punggungnya juga cekung tidak menonjol," ungkap Ruri.
Ruri mengenang sebelum kompleks sendang dibangun pada sekitar tahun 1950-an, dua bulus itu bebas naik dan bertelur di bebatuan. Kala itu, dia masih kecil dan kedua bulus itu sudah berukuran besar.
"Saat saya kecil sudah ada (bulusnya). Saya jadi juru kunci sejak tahun 1972, meneruskan ayah dan kakek saya," terang Ruri.
Selengkapnya soal bulus yang dikeramatkan warga setempat ini...
Terpisah, pedagang keliling asal Desa Krikilan, Kecamatan Bayat, Yanto mengaku pernah melihat bulus yang diduga Kiai Poleng tersebut sekitar 30 tahun silam. Dia mengamini ukuran bulus itu besar, dan memiliki warna belang atau poleng.
"Tahun 1990-an saya masih melihat bulus itu tapi cuma satu. Punggungnya poleng di Sendang barat karena yang timur cuma untuk mandi," tutur Yanto pada detikcom di lokasi.
Hal senada juga disampaikan warga Desa Jimbung, Tukiyem. Tukiyem bahkan mengetahui penguburan Nyai Remeng di sekitar pohon randu alas.
"Yang mati dulu yang Nyai, dikuburkan di bawah pohon randu alas. Dulu suami saya sering membantu memberikan makan, makanya apa saja mau," tutur Tukiyem pada detikcom.
Sementara itu, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Pemkab Klaten Yuli Budi Susilowati menyebut belum ada catatan tentang legenda bulus Jimbung di catatannya. Namun, dia membenarkan bulus Kiai Poleng mati tahun 2009.
"Untuk bulus yang mati itu saya malah ikut megang waktu dibawa ke Pemda dinaikkan mobil kijang dibungkus kain putih sebelum dibawa ke laut selatan. Punggungnya diberi bunga mawar dan cangkangnya empuk waktu itu," jelas Yuli pada detikcom.