Prasasti Era Majapahit di Jepara Berisi Larangan Poligami, Ini Isi Pesannya

Prasasti Era Majapahit di Jepara Berisi Larangan Poligami, Ini Isi Pesannya

Dian Utoro Aji - detikNews
Senin, 29 Mar 2021 18:58 WIB
Prasasti Candi Angin berisi pesan larangan poligami di Jepara, Senin (29/3/2021).
Prasasti Candi Angin berisi pesan larangan poligami di Jepara, Senin (29/3/2021). Foto: Dian Utoro Aji/detikcom
Jepara -

Sebuah prasasti disimpan di Museum Kartini, Jepara, terbilang unik. Prasasti yang diperkirakan masa Kerajaan Majapahit itu bertuliskan tentang larangan poligami. Lalu bagaimana isi tulisan dari prasasti itu?

Prasasti itu diketahui bernama Candi Angin. Prasasti itu berbentuk persegi panjang, memiliki tinggi 82 sentimeter, lebar 30 sentimeter dan tebal 5 sentimeter. Kini prasasti tersebut telah disimpan di Museum Kartini, Jepara.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jepara, Ida Lestari, mengatakan pada prasasti itu terdapat tulisan Jawa Kuno. Tulisan tersebut berada di dua sisi, karena prasasti berbentuk persegi panjang.

"Sisi A, ukuran bidang bertuliskan muka A adalah 30 sentimeter dengan jumlah 8 baris," jelas Ida kepada detikcom saat ditemui di kantornya, Senin (29/3/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, ada dua metode yang dilakukan untuk membawa tulisan Jawa Kuno itu. Yakni metode diplomatik dan metode kritik.

"Untuk metode diplomatik itu pada baris pertama dibaca Wa'ra ka mi na, baris kedua ka pu r ) ba pa kuadrat, ketiga, ra ka ki se ce, keempat pe e) (titik) ye na, lima na ha nga la p) dwa...3, keenam bar ta ta n) da di ha wwa, ketujuh sa tu tu s) se wa, dan kedelapan. (titik)....," terangnya menirukan bacaan tulisan pada prasasti Candi Angin.

ADVERTISEMENT

"Metode kritik yakni wara kaki minak apur bap(a) secepet (titik) yen ana (ana)lap-(do) (.....)b (h) arta tan dadiha wwa(n)sa tutus (s)swa (titik)," lanjutnya.

Ida mengatakan jika dari ahli bahasa sisa A tersebut memiliki arti jika mengambil istri kedua maka tidak termasuk keturunan pemuja Siwa.

"Sedangkan dari ahli bahasa (pada suatu waktu/ketika) kaki minak mengampuni bapak dari rakaki secepet. Jika ada suami yang mengambil istri kedua, maka tidak akan menjadi/tidak termasuk keturunan pemuja Siwa," terangnya.

Lebih lanjut, kata dia, sedangkan sisi B ukuran bidangnya bertulis muka B adalah 17 sentimeter dengan jumlah 7 baris. Menurutnya dua metode juga dilakukan untuk membaca tulisan aksara Jawa itu.

"Hasil pembacaannya dengan metode diplomatik baris pertama wa ra ka ki pu, kedua tu bu yu t), baris ketiga wi ra ga ja h, baris keempat la we ha h, baris kelima (titik) si ra tu s), baris keenam sing pra na' pra', dan baris ketujuh si (titik)," jelas Ida.

"Dengan metode kritik yakni wara kaki putu buyut gajah lawehah (titik) sirna tus sing praprasi (titik)," lanjutnya.

Kemudian menurutnya dari ahli bahasa, sisi kedua menunjukkan arti hilangnya seluruh keturunan.

"Dari ahli bahasa itu, rakaki cucu (dari) buyut bernama wira gajah lawehah. Yang artinya hilangnya seluruh keturunan yang praprasi," lanjutnya.

Selengkapnya soal prasasti berisi larangan poligami era Majapahit ini...

Ida sebelumnya mengatakan setelah dilakukan kajian dan penelitian diketahui isi dari Prasasti Candi Angin tersebut. Menurutnya prasasti itu diduga ada hubungannya dengan Kerajaan Majapahit pada abad ke 13-14 Masehi. Sebab ada kemiripan bentuk prasasti tersebut.

"Setelah ditelusuri dilakukan kajian, ekskavasi waktu itu ternyata bisa disimpulkan ternyata tempat ibadah waktu abad ke 13 hingga 14 Masehi. Karena itu masih nyambung yang ada di Trowulan (Jawa Timur) terkait dengan Kerajaan Majapahit," ucap Ida.

"Jadi masa Majapahit ada orang bilang, pelarian Kerajaan Majapahit itu menelusuri lereng Muria sampai ke situ (wilayah Tempur, Kecamatan Keling). Karena bukti ditemukan seperti pecahan genteng terakota hampir sama di Trowulan," lanjutnya.

Ida mengatakan prasasti itu terdapat sebuah tulisan Jawa Kuno. Jika diterjemahkan isi tulisan pada prasasti itu adalah terkait dengan larangan berpoligami.

"Terkait isi prasasti intinya bahwa adalah larangan untuk berpoligami bagi komunitas yang berdoa di sana waktu itu. Prasasti itu ditulis dengan bahasa Jawa kuno, kemudian intinya memang larangan berpoligami," terangnya.

Ida menambahkan prasasti itu menambah koleksi benda bersejarah di Museum Kartini. Terutama di ruang Jepara Kuno. Kini ada 737 koleksi, sebelumnya ada 736 koleksi.

"Prasasti itu masuk di ruang Jepara Kuno, selain itu kemudian ada penemuan benda kuno, guci, jembangan, uang keping, di situ juga ada kerangka ikan hiu. Totalnya 736 koleksi," tambah Ida.

Halaman 2 dari 2
(rih/ams)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads