Pemandangan unik ditemukan di areal persawahan Dusun Ngasinan, Desa Karangbangun, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Batu-batu menhir tampak berdiri dan tersebar di lahan padi seluas 2 hektare itu.
Warga tidak menghilangkan batu karena mengetahui bahwa batu-batu tersebut merupakan situs prasejarah. Menurut penelitian, batu-batu tersebut adalah menhir yang disusun rapi.
Situs ini merupakan peninggalan zaman megalitikum atau prasejarah akhir. Namun keberadaannya terus dipertahankan dan berkembang menjadi tempat suci hingga abad XV.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru pelihara situs tersebut, Giyatno, mengatakan warga menamai lokasi itu sebagai Situs Watukandang. Sebab formasi batu-batu itu mirip seperti kandang.
"Warga setempat melihat situs ini seperti kandang. Susunannya melingkar, ada yang persegi," kata Giyatno saat dijumpai di Situs Watukandang, Matesih, Karanganyar, Kamis (18/3/2021).
Menurutnya, ada sekitar 500 batu menhir dengan ketinggian sampai tiga meter yang ada di lokasi itu. Dalam satu formasi utuh, biasanya terdapat sekitar 10 batu. Namun saat ini sudah banyak menhir yang tidak lagi berdiri alias sudah roboh.
"Ada yang sudah roboh, ada yang dirobohkan agar bisa ditanami. Karena waktu dulu kan warga tidak tahu," katanya.
Penelitian mulai dilakukan sekitar tahun 1967 oleh arkeolog Indonesia dan luar negeri. Dari situ, Situs Watukandang resmi ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus dilindungi. Penelitian juga dilakukan kembali tahun 1990-an.
![]() |
Sebagian lokasi tersebut sudah dibebaskan menjadi lahan milik pemerintah. Namun kebanyakan masih berada di lahan milik warga.
"Warga sudah diedukasi oleh pemerintah, sehingga tidak merusak situs. Petani kan juga kalau mengolah tanah paling dalam 40 cm, tidak merusak batu. Dan hasil panen tetap melimpah meskipun berbatu. Nah, saat panen itu nanti kelihatan batu-batunya," ujar dia.
Ditemukan manik-manik dan tembikar
Giyatno mengatakan dalam penelitian ditemukan manik-manik dan tembikar saat penggalian tanah di area situs. Diperkirakan bahwa benda tersebut adalah bekal kubur para nenek moyang.
"Ditemukan manik-manik, ada yang bulat, segi enam, macam-macam. Ada tembikar juga. Kemungkinan untuk bekal kubur," ujar dia.
Meski demikian, Giyatno mengatakan belum pernah ditemukan fosil tulang manusia yang membuktikan bahwa tempat tersebut juga merupakan makam para leluhur.
"Tapi memang belum pernah ditemukan unsur tulang di sini. Kemungkinan karena keasaman tanah di sini tinggi, jadi tulang sudah luluh," katanya.
Saat ini situs tersebut sering menjadi objek penelitian mahasiswa. Selain itu, masyarakat juga sering datang ke Situs Watukandang hanya untuk sekadar berfoto.
"Biasanya yang ke sini mahasiswa, untuk bahan tugas atau penelitian. Kalau warga biasa ke sini itu hanya wisata, foto-foto saja. Tapi selama pandemi ini kita tutup," pungkasnya.
Simak juga 'Gerabah Blitar Warisan Majapahit':