Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) melaporkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena polemik Pergub Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka. Apa kata Sultan terkait laporan itu?
"Tidak apa-apa, biarin aja. Nanti terserah keputusannya saja. Kan keputusannya kan bukan pidana, keputusannya dicabut (Pergub yang dipermasalahkan), diperbaiki atau tidak, kan hanya itu," kata Sultan saat ditemui di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta, Jumat (19/2/2021).
Sultan mengatakan dia menghormati proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terlebih, setiap masyarakat memiliki hak untuk melaporkan suatu kejadian atau masalah ke ranah hukum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak apa-apa, biarkan saja, ini proses hukum diberi ruang," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, ARDY yang beranggotakan puluhan jaringan masyarakat sipil melaporkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ke Komnas HAM.
Aliansi yang beranggotakan 78 lembaga non-pemerintah dan individu pro-demokrasi tersebut melaporkan Sultan dengan cara mengirimkan surat bermaterai melalui Kantor Pos Besar Yogyakarta ke alamat kantor Komnas HAM di Jakarta pada Selasa (16/2).
Mereka menilai Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka berpotensi melanggar hak asasi manusia, terutama hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Terlebih berisi larangan unjuk rasa di sejumlah kawasan Yogyakarta, salah satunya Malioboro.
"Ada empat hal yang melanggar HAM dalam Pergub itu," kata salah satu aktivis anggota ARDY yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli melalui keterangan tertulis yang diterima detikcom, Kamis (18/2).
Menurutnya Pergub itu berkedok pariwisata, di mana Gubernur DIY meneken aturan untuk membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat. Pergub tersebut mengacu pada keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata
Pasal 5 menyatakan penyampaian Pendapat di Muka Umum berlangsung di ruang terbuka untuk umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali di Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro. Demonstrasi hanya bisa dilakukan pada radius 500 (lima ratus) meter dari pagar atau titik terluar.
Di kawasan larangan demonstrasi tersebut terdapat lembaga negara, di antaranya Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY dan Kantor Pemerintah Provinsi DIY. Kawasan terlarang untuk demonstrasi tersebut selama ini menjadi tempat untuk masyarakat sipil menyuarakan pendapat dan kritik terhadap pemerintah.
Pergub itu disebut menghambat setiap orang untuk menyampaikan pendapatnya di ruang publik. Aturan itu bertentangan dengan norma-norma hak asasi manusia di mana setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan dan atau tulisan.
Selanjutnya soal batasan waktu dan penggunaan pengeras suara demo di Yogyakarta...