Seorang gadis berinisial A (19) melaporkan ibu kandungnya, S (36) ke polisi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. A akhirnya buka suara.
"Saya belum bisa menjawab sekarang. Sejauh ini belum ada bahasa apapun berkenaan dengan masalah ini ke saya. Kalau masalah hukum ini saya serahkan pada pengemban hukum karena ini negara hukum. Akan saya sampaikan ketika dipersidangan nanti," jelas A kepada detikcom melalui pesan singkat, Sabtu (9/1/2021).
Kuasa hukum A, M Syaefudin, mengungkap kliennya mempertimbangkan untuk mencabut laporan jika sang ibu meminta maaf. Permintaan maaf itu, kata Syaefudin, bisa disampaikan S melalui telepon, pesan singkat atau surat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selaku PHnya A, saya telpon A tadi, saya tanya kalau misalkan ibu kamu, ada upaya upaya kalau merasa salah minta maaf, baik itu melalui wa atau telpon, atau surat, atau keluarga, atau melalui PH nya itu gimana, nok? 'Saya pertimbangkan, pak,' bilangnya," ujar M Syaefudin saat dihubungi detikcom, hari ini.
Syaefudin menjelaskan kasus ini merupakan delik aduan. Dia menyebut, persoalan antara keduanya merupakan masalah keluarga.
"Kasus itu deliknya aduan, sehingga itu kasus keluarga yang disebut KDRT, itu sewaktu-waktu sebenarnya, sebagai pengadu bisa mencabut sebelum putusan pengadilan. Itu masalahnya sebenarnya, persoalan keluarga karena orangtuanya cekcok," jelasnya.
Meski begitu, dia mengaku tak bisa mengurai kasus ini secara detail. Meski begitu, ,dia mengatakan masih terus berusaja berkomunikasi dengan pihak S.
"Kalau perkara ini berlanjut, berarti proses mediasi gagal. Saya tadi juga komunikasi dengan PH-nya S, berharap ada komunikasi dengan A. Saya yakin kalau namanya anak didekati, dibujuk pasti akan luluh hatinya," ujarnya.
Syaefudin juga akan memberikan pengertian hukum kepada A terkait kasus tersebut. Dia mengaku berharap kasus ini bisa berakhir damai.
"Saya yakin perkara itu, saya yakin masih terbuka ruang lebar wong deliknya aduan. Saya berharap ibu dan anak itu baikan lagi, berpelukan lagi, bagaimanapun anak tidak ada mantan, bagaimanapun ibu tidak ada mantan. Kalau bicara hukum, saya akan memberi pengertian hukum dengan sebaik baiknya sesuai dengan regulasi hukum yang ada," ujarnya.
Selanjutnya, soal duduk perkara kasus antara ibu dan anak ini...
Konflik pertama muncul, kata Haryanto, saat mantan suami S mengambil anak balita mereka tanpa sepengetahuannya.
Hingga akhirnya mantan suami dan anak pertama S datang ke Demak pada 21 Agustus 2020. Kedua orang itu, kata Haryanto, lebih dulu ke rumah Lurah dan RT setempat sebelum mendatangi rumah S. Lalu ayah dan anak itu mendatangi rumah S bersama perangkat desa tersebut.
"Terus dia (A) masuk, terus nyari bajunya. Ibunya jengkel, bilang ke anaknya, suruh minta belikan ayahnya, 'karena sudah ikut ayahmu yang katanya uangnya banyak'," cerita Haryanto.
Kemudian A tetap mencari bajunya. Hingga akhirnya sang ibu berkata bahwa baju-baju A telah dibuangnya.
"Kemudian anak tersebut mencari di lemari nggak ada, sambil ngomel-ngomel. Ibunya bilang, wes (sudah) tak buang," terang Haryanto.
Haryanto mengungkap, A sempat mendorong ibunya hingga jatuh. Menurutnya, saat sang ibu akan kembali berdiri reflek menyentuh anaknya.
"Itu kena kukunya, tapi ibunya juga tidak merasakan kalau kena kukunya, sampai divisum itu muncul dua cm di pelipis anak. Setelah itu ya sudah, karena masih banyak orang, dilerai dan setelah itu pak lurah dan pak RT pulang dan sudah selesai," urainya.
Berbekal hasil visum luka tersebut, lanjut Haryanto, S dilaporkan sang anak kepada polisi keesokan harinya yakni 22 Oktober 2020 dengan dugaan penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga. S dijerat dengan Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT subsider Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
S kini telah ditahan di Polsek Demak Kota. Sebelum ditahan, S lebih dulu menjalani tes virus Corona dan hasilnya negatif.