Solo -
Tahun 2020 benar-benar menjadi tahun kelam. Selain terjadi pandemi Corona yang menyulitkan semua kalangan, tahun ini juga banyak tokoh meninggal baik yang terinfeksi Corona maupun yang meninggal mendadak karena penyebab lain. Salah satunya adalah penyanyi kenamaan yang sedang berada di puncak karirnya; Didi Kempot.
Didi Prasetyo atau beken dengan nama panggung Didi Kempot meninggal dunia, Selasa (5/5/2020) pukul 07.45 WIB di RS Kasih Ibu Solo. Didi mengalami problem kesehatan saat berada di studio pribadinya, lalu dilarikan ke rumah sakit. Didi tiba di rumah sakit 07.25 WIB dalam kondisi tak sadarkan diri, 20 menit kemudian Didi menghembuskan napas terakhir.
Penyanyi campursari legendaris Didi Kempot meninggal dunia karena kondisi henti jantung. Hal ini dikonfirmasi oleh Asisten Manajer Humas Rumah Sakit (RS) Kasih Ibu Solo, Divan Fernandez. "Tiba di IGD pagi ini pukul 07.25, kondisi tidak sadar, henti jantung, henti nafas. Dilakukan tindakan resusitasi, namun pasien tidak tertolong," papar Divan saat itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari American Heart Association, henti jantung terjadi ketika ada gangguan pada fungsi jantung. Hal ini bisa disebabkan karena penyakit jantung atau sebab lainnya.
"Henti jantung disebabkan karena kelistrikan jantung mengalami malfungsi. Jantung berhenti berdetak dengan baik, karena itu namanya 'henti jantung'. Fungsi jantung untuk memompa darah berhenti," tulis American Heart Association.
Selanjutnya, pada hari itu juga, jenazah penyanyi 53 tahun yang oleh jutaan penggemarnya biasa disapa Lord Didi itu dimakamkan di samping makam anaknya di pemakaman umum Desa Majasem, Kecamatan Kendal, Ngawi, Jawa Timur.
Kepergiannnya yang mendadak sontak ditangisi jutaan penggemarnya. Sobat Ambyar, para fans Lord Didi, sama sekali tak mengira akan secepat itu. Apalagi sebelumnya tak ada kabar bahwa sang pesohor tersebut sedang sakit atau tirah karena gangguan kesehatan. Bahkan beberapa hari sebelumnya sempat menggelar pentas virtual untuk penggalangan dana bagi korban terdampak pandemi Corona.
Selanjutnya: dari pengamen hingga superstar
Didi Kempot menjalani proses kreratif sebagai seniman dengan seluruh suka duka sebagai pengamen jalanan hingga menjadi seorang superstar dengan jutaan penggemar fanatik. Sebelum terkenal, lelaki kelahiran Solo pada 1966 tersebut telah kenyang dengan gemblengan pahit-getir dunia seni.
Dia sendiri berasal dari keluarga seniman. Ayahnya, (alm) Ranto Edi Gudel, adalah seniman panggung dan komedian kenamaan. Saudara-saudara Didi juga terkenal sebagai seniman. Sebut saja (alm) Sentot Selino, penyanyi yang pernah melambung dengan lagu 'Joko Lelur' dan 'Anoman Obong'. Saudara Didi lainnya adalah (alm) Mamiek Prakoso, komedian terkenal dari grup lawak Srimulat, dan Eko Gudel yang menekuni seni tari.
Dibesarkan dari keluarga seni, sejak kecil Didi Kempot memang telah memantapkan pilihan sebagai seniman. Musik adalah pilihannya. Semenjak remaja dia memilih meninggalkan Solo untuk mencari penghidupan di Jakarta. Bukan begitu saja Didi Kempot mendapat tempat, di Jakarta dia bergabung dengan kelompok seniman jalanan.
Pada tahun 1998, dia kembali ke Solo dan mengamen di tempat-tempat keramaian di Solo. Namanya mulai dikenal khalayak sejak melemparkan lagu 'Stasiun Balapan' pada 1999. Lagu yang berkisah tentang penantian seorang kekasih itu sangat terkenal, meledak di pasaran.
Dia memilih genre keroncong dangdut untuk mengekpresikan lagu-lagu ciptaannya. Lazimnya, lagu-lagunya dikategorikan sebagai lagu campursari. Hampir semua lagunya berbahasa Jawa, bahasa ibu yang sangat diakrabi dan dipahaminya luar-dalam.
Selanjutnya lagu-lagu Didi mengalir. Banyak karyanya yang menonjol. Salah satu ciri khas ciptaan Didi adalah syair lagunya yang menandai kehadiran di suatu tempat, lalu dia mengelaborasi dengan kemampuan mengarang sebuah pengisahan.
Selanjutnya: 'The Godfather of Broken Heart' yang punya jutaan penggemar
Didi Kempot berkisah tentang penantian di Tanjung Emas Semarang, tentang kisah cinta di Gunung Purba Nglanggeran Gunungkidul, melepas kekasih di Terminal Tirtonadi Solo, Mengenang Kekasih Pantai Parangtritis Yogyakarta, maupun Pantai Klayar Pacitan dan banyak tempat lagi. Didi memang lihai menyelipkan pesan-pesan 'pengembaraan' seperti itu.
Lagu berbahasa Jawa itu bahkan digandrungi dan dilantunkan oleh orang-orang yang sebelumnya tak paham Bahasa Jawa sekalipun. Lagu-lagunya digemari. Tema kepedihan dan kesenduan itu menjadi cair dalam lagu-lagu Didi Kempot. Tak hanya di Tanah Air, lagu-lagu Didi Kempot juga digemari di Suriname, tempat ribuan warga keturunan Jawa tinggal dan masih mempertahankan bahasa dan adat tradisi Jawa.
Didi Kempot juga mendapat tempat tersendiri di Belanda karena banyak warga Negeri Kincir Angin yang merupakan keturunan Jawa dan ingin mengobati kerinduan etnisnya lewat kehadiran lagu-lagu Didi Kempot.
Para penggemarnya menyebut diri sebagai Sobat Ambyar, memberikan gambaran tentang remuk redamnya orang patah hati, tapi tak perlu diratapi. Patah hati itu dirayakan bersama lagu-lagu yang riang gembira.
Generasi tua hingga anak-anak menyukai lagu-lagunya. Dalam setiap konser, semua penonton berjingkrak. Tak hanya di panggung terbuka, tapi juga hadir di gedung-gedung pertunjukan berkelas.
Tak ada orang 'jaga gengsi', semua 'ambyar' berjoget bersama menikmati kesakitan patah hati. Kalangan atas hingga kalangan paling ambyar secara ekonomi dipersatukan oleh Didi Kempot dengan lagu-lagu ambyarnya.
Karena hampir semua lagu Didi mengisahkan kepedihan percintaan dan patah hati, Sobat Ambyar lalu menobatkan sang idola sebagai 'The Godfather of Broken Heart'.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini