Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat pelanggaran terbanyak terkait Pilkada serentak 2020 ditemukan di Kabupaten Gunungkidul. Selama masa kampanye ini setidaknya ada 6.861 pelanggaran alat peraga kampanye (APK) Pilkada di Sleman, Gunungkidul, dan Bantul
"Sejak awal kampanye 26 September sampai 5 Desember lalu total ada 6.861 pelanggaran APK, dan Kabupaten Gunungkidul memimpin dengan 4.758 pelanggaran, Sleman 2.649, dan Bantul 816 pelanggaran," kata Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu DIY, Sri Rahayu Werdiningsih, kepada wartawan di Yogyakarta, Senin (7/12/2020).
Cici, sapaannya, memerinci Bawaslu Kabupaten Gunungkidul mencatat pelanggaran pemasangan APK terbanyak dilakukan pasangan calon (paslon) nomor urut 1 (Sutrisna Wibawa-Mahmud Ardi Widanto) sebanyak 1.188 pelanggaran. Selanjutnya disusul paslon nomor urut 3 (Bambang Wisnu Handoyo-Benyamin Sudarmadi) dengan 845 pelanggaran APK, paslon nomor urut 4 (Sunaryanta-Heri Susanto) dengan 758 pelanggaran, dan paslon nomor urut 2 (Immawan Wahyudi-Martanty Soenar Dewi) dengan 607 pelanggaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bawaslu Kabupaten Sleman melaporkan, paslon nomor 3 (Kustini Sri Purnomo-Danang Maharsa) menjadi pelanggar terbanyak pemasangan APK dengan 1.037, kemudian paslon nomor 1 (Danang Wicaksana S-Agus Choliq) dan 2 (Sri Muslimatun-Amin Purnama) melanggar sebanyak 806. Bawaslu Kabupaten Bantul, paslon nomor 2 (Suharsono-Totok Sudarto) unggul sebanyak 412 dibandingkan paslon nomor 1 (Abdul Halim Muslih-Joko B Purnomo) 404 pelanggaran," ucapnya.
Sementara itu, Bawaslu DIY dan kabupaten mendapatkan 30 pelanggaran terkait kasus perdata maupun pidana. Sebanyak 30 pelanggaran ini merupakan temuan maupun laporan yang diterima Bawaslu DIY maupun tingkat kabupaten.
"Bawaslu Sleman 9 laporan, Bantul 7 laporan, dan Gunungkidul 12 laporan. Dari 30 laporan, 9 laporan masuk ranah pidana, tapi tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak adanya bukti," ujar Cici.
Cici menyebut pengawasan kampanye di masa pandemi virus Corona ini menjadi tantangan terberat Bawaslu. Sebab, pertemuan antara paslon dan pendukungnya dalam jumlah yang besar dilarang aturan.
"Di masa tenang ini kami fokus pada operasi kemungkinan adanya gerakan politik uang," tutur Cici.
(ams/rih)