Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) terus melakukan pemantauan untuk menganalisis morfologi Gunung Merapi. Salah satu hasilnya yakni diketahui pembentukan crack atau rekahan di kawah Gunung Merapi.
"Pada akhir-akhir ini terjadi pembentukan crack atau rekahan di kawah atau kubah lava pasca-2010 dan 2018. Kemudian juga menunjukkan aktivitas guguran yang intensif," ujar Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso.
Hal ini disampaikan Agus dalam Siaran Informasi BPPTKG yang ditayangkan secara langsung di kanal Youtube BPPTKG Channel kemarin yang dikutip detikcom, Minggu (29/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini, kata Agus, menunjukkan bahwa magma semakin dekat dengan permukaan. Pihaknya pun masih menunggu terbentuknya kubah lava.
"Perkembangan rekahan dan aktivitas guguran menunjukkan bahwa magma sudah sangat dekat di permukaan, sehingga kita menunggu kapan magma ini membentuk kubah di permukaan," ucapnya.
Lebih lanjut, berdasarkan laporan aktivitas Merapi periode 28 November 2020, terpantau adaya asap putih setinggi 600 meter dari puncak Gunung Merapi. Selain itu terdengar empat kali suara guguran dari PGM Babadan.
Sementara kegempaan Merapi tercatat ada 43 kali gempa guguran, 1 kali gempa Low Freq, 300 kali gempa fase banyak, 27 kali gempa vulkanik dangkal, 5 kali gempa tektonik dan 45 kali gempa hembusan.
Deformasi Merapi saat ini tercatat 11 cm per hari dari PGM Babadan. Status Merapi yaitu Siaga sejak 5 November 2020.
Dalam kesempatan ini Agus menjelaskan petugas pengamat Gunung Merapi pada zaman dahulu mengamati visual Gunung Merapi berupa kolom asap, titik api, alterasi batuan, lava pijar, awan panas, maupun perubahan morfologi. Selain itu, pengamat juga menggambar sketsa morfologi puncak secara berkala sehingga perkembangan aktivitas dapat diketahui melalui sketsa tersebut.
Namun, seiring perkembangan waktu dan perkembangan teknologi, pemantauan dibantu dengan teknologi di antaranya drone dan satelit.
"Pemantauan dengan menggunakan drone telah dilakukan secara intensif sejak menjelang erupsi tahun 2018 hingga saat ini dengan periode setiap 1 minggu." terang Agus.
Agus menunjukkan hasil analisis profil morfologi Gunung Merapi dimana kubah lava 2018 berhenti tumbuh pada akhir Desember 2018.
Metode pemantauan visual lain yang telah diterapkan adalah melalui satelit. Prinsipnya sama dengan metode drone, dimana data diperoleh dengan foto objek dari atas.
Data dapat diperoleh, kata Agus, tergantung jadwal pengambilan data oleh satelit. Resolusi foto satelit saat ini dapat mencapai orde sentimeter, sehingga sangat cukup untuk keperluan analisis morfologi.
Simak video 'Gunung Ili Lewotolok Erupsi, Tinggi Abu Capai 4 KM':