Kerbau bule keramat milik Keraton Kasunanan Surakarta beberapa hari yang lalu mati dan dikubur dengan kain kafan. Kerbau keturunan Kyai Slamet itu memiliki kisah tersendiri hingga dianggap keramat.
Budayawan Keraton Kasunanan Surakarta, KGPH Puger, mengatakan sejarah kerbau tersebut bermula sejak Kerajaan Demak. Saat itu, sedang terjadi wabah atau pandemi.
Petinggi kerajaan dengan para wali kemudian mencari solusi untuk menghentikan wabah. Akhirnya diputuskan untuk mengorbankan kerbau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini diambil dari kisah perang Baratayudha ketika Yudhistira diperintahkan Bathara Guru mengorbankan kuda untuk bersih-bersih, sedangkan di Demak diputuskan kerbau," kata Puger saat dihubungi detikcom, Minggu (15/11/2020).
Mengorbankan kerbau disebut sebagai tradisi mahesa lawung yang masih dilakukan hingga saat ini. Sejak saat itu kerbau secara turun-temurun dipelihara keraton.
"Jadi turun-temurun sejak Demak sampai Surakarta. Selain itu, kerbau ini juga diberi oleh Bupati Ponorogo pada saat berdirinya Surakarta dan terus dipelihara sampai sekarang," ujar dia.
Kerbau berwarna putih ini selalu berada pada barisan terdepan saat kirab pusaka malam 1 Sura. Puger mengatakan hal tersebut juga terkait dengan sejarah masa Demak.
"Karena kerbau saat itu telah dikorbankan sehingga wabah berakhir, maka setiap malam 1 Sura ikut dikirab bersama pusaka. Ini berarti doa agar selalu selamat," ujarnya.
Masyarakat pun menganggap Kebo Kyai Slamet sebagai kerbau keramat. Bahkan sesaat setelah kerbau lewat dalam kirab malam 1 Sura, sebagian masyarakat menyimpan kotoran kerbau untuk dibawa pulang.
Terutama warga masyarakat yang hidup dari bercocok tanam, kotoran kerbau itu digunakan sebagai pupuk. Diyakini tanaman mereka dapat tumbuh subur.
Selanjutnya perawatan kerbau bule keramat peliharaan Keraton Solo...
Tonton juga 'Kirab Kerbau Bule, Solo':
Pada Rabu (11/11) lalu, kerbau tertua bernama Nyai Manis Sepuh mati karena sakit radang lambung. Kerbau dikuburkan dengan tradisi keraton, yakni dimandikan, dikafani, hingga didoakan.
Dengan matinya kerbau tersebut, kini jumlah kerbau bule Keraton Solo menjadi 21 ekor. Mereka dipisah dalam tiga kandang di Alun-alun Kidul.
"Di Sitinggil ada lima ekor mati satu kemarin. Di sisi selatan itu dipisah jadi dua, yang barat 10 ekor, yang timur tujuh ekor," kata srati atau pawang kerbau Kyai Slamet, Heri Sulistyo, hari ini.
![]() |
Kerbau bule keramat itu dia beri makan sehari dua kali, yakni dengan ketela dan jagung. Warga setiap hari ikut memberi makan sayuran. Kandang kerbau pun sudah menjadi tempat wisata bagi warga sekitar.