Pemprov Jawa Tengah membuka sekolah virtual untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu. Untuk tahap awal dibuka di dua tempat dengan pengampu SMAN 3 Brebes dan SMAN 1 Kemusu Boyolali.
Peresmian sekolah virtual dilakukan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo secara daring. Ganjar mengatakan ide awal adanya sekolah virtual tersebut adalah untuk memberi kesempatan kepada anak-anak yang tidak bisa melanjutkan karena terkendala biaya.
"Maka kami buat konsep sekolah virtual ini, agar mereka yang tidak sekolah atau berhenti sekolah karena faktor ekonomi, tetap bisa sekolah dengan baik. Akan kami dampingi dan bantu mereka melanjutkan cita-citanya," kata Ganjar di kantornya, Selasa (13/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, untuk rintisan saat ini dibuka di dua tempat dengan jumlah siswa masing-masing 36 orang.
"Sementara di Boyolali dan Brebes, satu rombongan 36-36 diampu oleh sekolah SMA/SMK negeri yang ada di sana. Harapannya, anak-anak ini bisa tetap belajar di rumah dengan sistem daring dan sekali-kali bisa tatap muka. Maka, mereka anak-anak yang punya cita-cita bagus, akan mendapatkan kesempatan," ujarnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Padmaningrum menambahkan, SMAN 3 Brebes dan SMAN 1 Kemusu Boyolali menjadi rintisan sekolah virtual bagi siswa miskin.
"Jadi ini sebagai rintisan di Brebes SMAN 3 dan SMAN 1 Kemusu Boyolali," kata Padmaningrum.
Menurutnya, sekolah virtual tersebut untuk membantu siswa tidak mampu agar menerima hak pendidikannya. Fasilitas beasiswa dan juga gadget untuk belajar pun disiapkan secara gratis.
"Sekolah virtual ini merupakan solusi agar anak-anak miskin yang tidak sekolah, bisa tetap melanjutkan belajarnya dengan baik. Mereka yang ikut sekolah virtual ini semuanya gratis, kami berikan fasilitas berupa handphone dan juga beasiswa," ujar Padma.
Ia menjelaskan sistem sekolah virtual sama dengan sekolah reguler. Mereka yang menjadi siswa sekolah virtual, juga akan tercatat dalam data Dapodik siswa. Mereka akan mendapatkan kurikulum yang sama, serta saat lulus juga mendapatkan ijazah yang diakui.
"Semuanya sama, dia masuk Dapodik siswa di sekolah yang mengampu itu. Prosesnya sama, lulusan juga berhak mendapat ijazah. Hanya saja metodenya sedikit berbeda, mereka banyak sekolah di dunia maya, dan sesekali dilakukan tatap muka," imbuh Padmaningrum.
(rih/sip)