PKS dipastikan tidak ikut mengusung calon dalam Pilkada Solo. Hingga detik akhir masa pendaftaran, PKS gagal melobi partai politik (parpol) lain untuk membentuk koalisi. PKS menyebut ada fenomena demokrasi yang terbajak di Solo.
PKS menyebut kondisi ini sebagai demokrasi yang terbajak, sebab seluruh parpol kecuali PKS hanya bergabung ke satu poros, yaitu pasangan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa.
"Dari Pilkada 2020 Kota Solo ini kami mendapatkan pelajaran yang besar, yaitu fenomena kalau dalam bahasa kami demokrasi yang terbajak," kata Ketua DPD PKS Solo, Abdul Ghofar di kantor DPD PKS Solo, Kerten, Laweyan, Solo, Senin (7/9/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pilkada kali ini jauh berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Dia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa dalam Pilkada 2020.
"Kita tidak bisa berbuat apa-apa, khususnya di Solo. Khususnya ketika kita membangun koalisi. Kita harus minta bantuan Jakarta (DPP PKS) untuk membuat koalisi," katanya.
Padahal, kata Ghofar, proses pencalonan dalam Pilkada biasanya diawali dari laporan DPD PKS Solo. Kemudian DPD PKS akan berdiskusi dengan DPW PKS hingga DPP PKS.
"Tapi kali ini berbeda, kita dimintai laporan sampai detik terakhir jawabannya 'belum'. Justru kita yang minta tolong ke DPP agar melobi ke partai lain supaya membentuk koalisi," ujarnya.
Meski abstain dalam pendaftaran Pilkada, PKS masih belum menentukan sikap untuk pemilihan pada 9 Desember 2020. Mereka butuh waktu, paling tidak sampai awal November 2020 untuk menentukan sikap resmi.
Sebelumnya, PKS membuka sejumlah opsi, antara lain mendukung salah satu calon, golput, bahkan kampanye golput. Ghofar mengaku sangat berat menentukan sikap tersebut.
"Setelah kita diskusikan, abstain di pemilihan itu juga beban berat bagi kami. Terus terang itu beban berat bagi kami, karena aneh bagi partai politik jika golput," kata Ghofar.
Tonton video 'Abstain di Pilkada Solo, PKS Bicara soal Demokrasi Terbajak':