Menelusuri Jejak Sejarah 'Pesugihan' di Indonesia

Menelusuri Jejak Sejarah 'Pesugihan' di Indonesia

Dian Utoro Aji - detikNews
Sabtu, 25 Jul 2020 15:01 WIB
business concept money of glass and growht small tree
Foto: Ilustrasi (iStock)
Kudus -

Cerita soal pesugihan atau cara instan menjadi kaya hingga kini masih ada di kalangan masyarakat. Tidak jarang bahwa masyarakat beranggapan ada orang bisa kaya karena memelihara pesugihan. Lalu seperti apa sejarah pesugihan dan apakah nyata adanya pesugihan tersebut?

Isu itu diangkat dalam diskusi webinar kerja nyata terintegrasi kompetensi dari rumah dengan topik 'Hasrat Sugih dengan Pesugihan di Era Milenial'. Webinar yang diselenggarakan mahasiswa IAIN Kudus menghadirkan narasumber Guru Besar Sejarah Unnes, Prof. Dr. Wasino, M.Hum dan Kabid Kebudayaan Dinbudpar Kabupaten Brebes, Wijanarto.

Dalam kesempatan itu Prof Wasino mengatakan bahwa konsep pesugihan itu merupakan gejala baru. Konsep pesugihan muncul pada abad akhir 19 dan awal abad 20. Pada abad 15 dan 17 orang kaya di Nusantara ini tidak masalah. Seperti di Kudus, Pati, dan di Lasem. Karena di wilayah tersebut ada kapitalisme global.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Orang yang kaya itu tidak masalah pada abad ke 15 hingga 17. Seperti di Kudus, di Pati, Lasem itu mereka kapitalisme global, ada pedagang China, India, Kudus sudah jaringan global. Orang kaya itu halal, orang uang numpuk cerita itu halal," terang Prof Wasino saat diskusi webinar via aplikasi, Sabtu (25/7/2020).

"Sunan Kudus itu kita kenal sebagai simbol bisnis berhasil, dan itu di Kudus kulon memengaruhi etos kerja orang Kudus sampai sekarang," sambung dia.

ADVERTISEMENT

Prof Wasino mengatakan, kapitalisme barat ini muncul pada abad ke 17, yakni ditandai oleh munculnya VOC. VOC atau kongsi dagangannya Belanda pada zaman itu menguasai di wilayah Indonesia dan kemudian menerapkan monopoli. Dampaknya kapitalisme pribumi ini tersingkirkan dan pribumi menjadi kelas buruh.

"Yang semula pedagang bergeser menjadi buruh, apalagi sejak tanam paksa. Orang Jawa yang menjadi golongan atas itu menikmati bangsawan dan mendapatkan gaji oleh bangsa kolonial. Dan di sinilah sebenarnya konsep gap (kelas sosial terjadi) itu," papar Prof Wasino.

"Nah, ini kita akan aspek, di Jawa itu ada struktur sosial priayi dan wong (orang) cilik. Priayi itu dulu orang kaya dan pedagang. Bangsawan itu orang kaya dan pedagang, tapi setelah ada monopoli (VOC), priayi kelas sendiri dan dia menghindari berdagang. Tanda petik priayi itu tidak pantas menjadi pedagang. Kemudian pada strata berikutnya, strata pedagang itu hilang. Lalu muncul strata wong cilik, wong cilik itu buruh," sambung dia.

Lambat laun kemudian orang Jawa alergi kaya melalui bisnis. Berjualan itu merupakan produk yang tidak terhormat. Bagi orang Jawa pada waktu itu orang terhormat adalah menjadi seorang priayi.

"Kemudian orang Jawa alergi kaya melalui bisnis. Berjualan produksi itu tidak terhormat. Yang terhormat menjadi priayi. Kemudian abad ke 19 dan awal ada 20 itu sejalan perkembangan pendidikan kolonial. Itu cita-cita orang Jawa tidak pengin menjadi pengusaha tetapi menjadi seorang priayi. Jadi sejak kecil nek ngudang besok nek gede (besok kalau besar) jadi priayi. Kelompok priayi ini mendapatkan gaji besar, mendapatkan fasilitas kaya raya. Dan wong cilik tidak boleh kaya," kata dia.

Lebih lanjut, kemudian di Jawa terbagi menjadi dua bagian secara ekonomi. Pertama ekonomi barat dan kedua ekonomi tradisional. Ekonomi barat ini berorientasi pada pasar. Sedangkan ekonomi tradisional ini untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri.

"Wong Jawa cukup nandur pari (orang Jawa cukup menanam padi) untuk makan sendiri. Kemudian yang orang besar cukup industri gula, tebu, kopi, punya jaringan internasional dikuasai oleh penjajahan. Sejak abad 17-18 setelah berakhir tanam paksa itu, perkebunan tidak dikuasai oleh pemerintah tapi kuasa barat dan sebagian ada orang China," ujar dia.

Dampak dari hal tersebut, terjadi monetisasi uang menyebar luas di pedesaan. Seperti di Kudus, Pati, Solo itu uang mulai menyebar di desa-desa. Dari hal tersebut kemudian muncul variasi pekerjaan di desa. Salah satu pekerjaan itu adalah menjadi pedagang.

"Siapa yang menjadi pedagang, ya wong cilik, malahan kebanyakan secara gender adalah wanita yang menjadi pedagang," ujar dia.

Tidak sampai di situ, karena penyebaran uang ke desa ini kemudian secara tiba-tiba bisnis dalam urban ini menjadi orang kaya. Seperti pemilik andong, penjual makanan, hingga penjual kain. Mereka ini kemudian menjadi orang kaya.

"Ini (orang cilik tadi menjadi orang kaya) mengagetkan priayi di pedesaan. Ini orang biasa menjadi kaya. Di situlah muncul gagasan ide, itu dicurigai itu pesugihan. Nah jadi sebenarnya konsep memelihara pesugihan itu merupakan gejala baru. Abad 15-17 itu tidak ada pesugihan. Pesugihan tulisan pesugihan banyak akhir abad 19 dan awal abad 20," kata Prof Wasino.

"Apa benar kemudian mereka kaya karena gundul, tuyul. Sebenarnya tidak. Nah, tapi dikembangkan kalau dia (orang kecil) kaya dia memelihara pesugihan seperti buto ijo. Sampai sekarang seperti itu terus. Waktu itu orang kaya diuntungkan dengan sistem kapitalisme yang berkembang," sambung dia.

Secara sosial menimbulkan kerusuhan kalau jadi kaya dicurigai memelihara pesugihan. Ada uang di masyarakat hilang dituduh karena pesugihan.

Lanjut Prof Wasino, kemudian di tradisi Jawa, Mangkunegara yang merupakan bagian dari Kerajaan Mataram. Di sana ada Mangkunegara IV yang menciptakan hal positif dalam pola berpikir kaya itu bukan karena pesugihan.

"Dia mengubah pola berpikir anaknya bahwa orang kaya itu tidak haram, boleh. Yaitu memperkenalkan orang sukses itu melalui tiga hal, wiryo, dia akan dihargai jika dia memiliki kedudukan dan jabatan. Kedua dulu tidak baik, bicara arto, sekarang itu boleh. Apabila dia memiliki arto itu boleh memiliki harta maka harus berusaha. Ketiga kinarsis melalui ketegasan. Itu saya kira konsep penting yang dikembangkan Mangkunegara IV. Berikutnya menjadi virus besar, dan menggolongkan kapitalisme pedesaan. Sehingga kelompok bisnis baru, setelah merdeka dari orang Jawa, kemudian ada orang kaya dari Wonogiri," terang dia.

"Meskipun demikian hingga sekarang masih berkembang sekarang itu, cerita sukses dengan pesugihan, bakul mencari seorang dukun disyaratkan tertentu. Kemarin ada bakul bakso mangkoknya diludahi. Itu berkaitan dengan supranatural, yang dikembangkan hura-hara yang mistis. Ini sebenarnya sebuah mitos saja," tandas Prof Wasino.

Sementara itu, Kabid Kebudayaan Dinbudpar Brebes, Wijanarto yang juga menjadi narasumber mengatakan pesugihan ini merupakan cara pintar untuk mencari kekayaan untuk diri sendiri. Pada hakikatnya konsep pesugihan semangat mencari kekayaan melalui jalan pintas. Uniknya etos itu digelorakan melalui produk seni, tradisi, dan adat di Jawa.

"Pesugihan cara pintas untuk mencari kekayaan, untuk diri sendiri. Pada hakikatnya konsep pesugihan semangat mencari kekayaan melalui jalan pintas. Tapi ini yang menarik adalah etos itu digelorakan melalui produk seni, tradisi, adat dan kekuasaan, tidak sekadar mencari jalan pintas saja. Ini ada produk kebudayaan sampai kita lihat sampai saat ini," kata Wijinarto.

Moderator dari Mahasiswa IAIN Kudus, Fitri Ardi mengatakan, tujuan webinar ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang berziarah dengan baik. Selain itu juga mengajak etos kerja pedagang dengan baik tanpa menggunakan jalan pintas dan hal yang dilarang oleh agama.

"Tujuan akademisi perguruan tinggi Islam ini agar dapat menebarkan edukasi masyarakat tentang berziarah dengan baik, mengajak masyarakat seperti di dunia perdagangan agar bekerja dengan etos kerja dengan baik, tanpa menggunakan jalan pintas dan hal itu tidak dibenarkan oleh agama," tandas Ardi.

Halaman 2 dari 3
(rih/rih)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads