Pengamat soal Dinasti Politik: Bisa Picu Skeptis Publik dan Erosi Demokrasi

Pengamat soal Dinasti Politik: Bisa Picu Skeptis Publik dan Erosi Demokrasi

Jauh Hari Wawan S - detikNews
Selasa, 21 Jul 2020 16:07 WIB
Ilustrasi Fokus Nasib Pilkada Langsung (Andhika Akbaransyah)
Foto: Ilustrasi Pilkada (Andhika Akbaransyah)
Yogyakarta -

Jelang Pilkada Serentak 2020 memunculkan sejumlah catatan terkait dinasti politik. Sejumlah nama yang mendapat rekomendasi dari partai justru berasal dari keluarga dekat tokoh nasional atau kepala daerah sebelumnya. Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Wawan Mas'udi menilai kondisi tersebut bisa berdampak pada erosi demokrasi.

"Ini jadi problem besar di Indonesia terkait dinasti politik, karena memang ada kecenderungan keluarga-keluarga politik ini semakin memperkuat upaya mereka untuk bertahan di lingkaran kekuasaan dengan cara apapun," kata Wawan Mas'udi saat dihubungi wartawan, Selasa (21/7/2020).

Wawan melihat, dinasti politik ini terjadi di seluruh Indonesia dan menjadi fenomena nasional. Dinasti politik, menurutnya bukan hanya terjadi dalam Pilkada. Namun, dalam tubuh partai politik juga ada dinasti dari keluarga tertentu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau kita lihat di beberapa daerah kecenderungannya seperti itu. Keluarga besar membuat strategi politik untuk terus bertahan," terangnya.

"Termasuk kalau di nasional, partai pada akhirnya juga dikelola oleh keluarga," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Fenomena dinasti politik, kata dia, menjadi hal yang menggelisahkan. Pasalnya, ada dampak buruk yang dihasilkan dari praktik politik dinasti. "Jadi memang ini sesuatu yang menggelisahkan dan bisa menghasilkan erosi dalam sistem demokrasi kita jika dinasti ini terus dipertahankan," paparnya.

Kendati demikian, menurutnya tidak mudah mengikis politik dinasti. Alasannya, secara konstitusi tidak ada yang membatasi sebuah keluarga untuk bisa berkuasa di suatu partai.

"Cuma masalahnya tidak mudah untuk memangkas politik dinasti ini, dalam artian kalau secara formal susah dibatasi yang secara konstitusi bisa dibatasi hanya berapa lama seseorang bisa menjabat," jelasnya.

"Tetapi bagaimana keluarga inti dan lain sebagainya kan tidak bisa diatur. Kita juga harus paham demokrasi kita itu berada dalam konteks jejaring politik non formal," tambahnya.

Dengan adanya jejaring politik non formal, justru akan melanggengkan politik dinasti. Kecuali ada regulasi yang membatasi. "Sehingga kemudian kalau tidak ada advokasi akan selalu seperti ini dan justru semakin mengakar," tegasnya.

Melihat nama-nama yang disodorkan oleh partai, dia melihat ada yang salah dalam proses rekrutmen politik. Walaupun selama ini bukan jadi rahasia lagi jika rekrutmen politik tidak transparan.

Kader partai kalau dalam lingkaran itu-itu saja ada yang salah dalam berproses rekrutmen politik.

"Tapi kita tahu political recruitment ini menjadi wilayah rahasia partai dan ini tidak pernah diatur dalam UU kita. Kita bicara mekanisme untuk menghasilkan kandidat, bukan rahasia lagi tapi melalui mekanisme demokratis," ucapnya.

Dia mengingatkan, dengan rekrutmen politik yang bersifat rahasia membuat kepercayaan masyarakat luntur. Sikap skeptis itu yang nantinya akan membuat erosi di sistem demokrasi.

"Kita perlu hati-hati, di banyak negara sistem demokrasi yang terlalu tertutup bisa memunculkan sikap skeptis dari publik, partisipasi politik rendah. Kalau sikap skeptis publik ini terus terjadi bisa menyebabkan erosi yang lebih jauh dari sistem demokrasi," kata dia memperingatkan.

Lebih lanjut, minimnya kader alternatif yang muncul dalam pilkada membuat masyarakat tidak punya pilihan lain. Padahal saat Pilkada tahun 2005 dan 2009 muncul tokoh-tokoh alternatif yang bisa mendobrak kemapanan keluarga dinasti politik.

"Kita sebenarnya mengharapkan pilkada itu menjadi ruang untuk tokoh alternatif yang menjadi sumber baru untuk rekrutmen politik," ujarnya.

"Dulu ada harapan, kita punya demokrasi yang sehat, 2005 saat Pilkada pertama, 2009 itu ada tokoh tokoh yang bisa mendobrak kemapanan keluarga dinasti politik," tutupnya.

Halaman 2 dari 2
(mbr/rih)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads