Keramaian Stasiun Kudus di Jateng kini tinggal cerita saja. Bangunan stasiun sudah nampak kusam dan warna stasiun mulai memudar. Padahal banyak cerita sejarah penting pada tahun 1880-an lalu.
Dari luar, bekas Stasiun Kudus terdapat pagar yang terbuat dari seng mengelilingi. Masuk di dalam di sekitar lingkungan dipenuhi dengan rerumputan tinggi. Banyak coretan-coretan di bangunan di stasiun yang dibangun pada tahun 1880-an tersebut.
Masih tampak ada dua bangunan yang masih berdiri kokoh di kompleks stasiun yang terletak di Jalan Kyai Agus Salim, Wergu Wetan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, tersebut. Di sisi kanan dan di sisi kiri. Masih tampak tulisan 'Kudus'. Namun lantai stasiun kelas besar ini sudah nampak rusak dan pecah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Stasiun Kudus diresmikan pada 15 Maret 1884 oleh perusahaan swasta bernama Semarang-Joana-Stoomtram-maatschappij (SJS). Prosesnya cukup panjang, terutama sebelum izin dari Kerajaan Belanda turun. Setelah izin turun, barulah rel pertama dibangun di Semarang," kata Sejarawan Kudus, Edi Supratno.
Stasiun Kudus ini dulu memiliki peran penting di wilayah Kudus, terutama di sektor ekonomi karena banyak pabrik gula yang berada di wilayah Kudus dan Pati. Sehingga banyak investor asing kemudian membuat jalur kereta api dari Semarang ke Juana.
"Akhir abad ke-19 di wilayah Muria sudah ada tujuh pabrik gula. Di Kudus sendiri pada saat itu ada tiga pabrik gula, yakni (Pabrik Gula) PG Besito, Tanjungmojo dan Rendeng," ujar dosen di Kampus STIBI Syeh Jangkung Pati ini.
"Selain mengangkut gula, SJS juga mengangkut barang lainnya, seperti kayu bakar, hasil pertanian, dan batu gamping. Tentu saja SJS juga mengangkut penumpang," ujarnya.
"Jurusan SJS itu sampai Pati, Juana, dan Tayu. Kemudian juga ke (Jepara) Mayong dan Pecangaan. Semua itu kepentingannya untuk mengangkut gula dari pabrik-pabrik," sambungnya.
![]() |
Menurut Edi yang juga Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Kudus, ada banyak peristiwa penting yang terjadi di stasiun Kudus ini. Presiden Sukarno tiga kali mengunjungi Kudus. Pada tahun 1946 bersama Wapres Hatta dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pada tahun 1948 dan tahun 1952 bersama Mendagri Mohammad Roem.
"Masih pada 1948, Amir Syarifuddin (tokoh pemberontakan PKI Madiun) tertangkap di Klambu Grobogan bersama 800 pengikutnya. Dia kemudian ditahan tiga malam di Kudus. Berikutnya Amir bersama pengikutnya diberangkatkan dari Stasiun Kudus ke Semarang untuk selanjutnya dibawa ke Yogya," ujarnya.
![]() |
Namun keberadaan Stasiun Kudus kemudian terabaikan. Stasiun tersebut kini tak lagi digunakan karena jalurnya tak lagi difungsikan. Bangunan yang oleh Pemkab Kudus pernah difungsikan sebagai pasar pada tahun 2000-an itu kini semakin tidak terawat. Kini telah mangkrak karena tak lagi digunakan untuk aktivitas publik.
"Jika bisa diaktifkan kembali, alhamdulillah. Jika tidak mungkin, apa tidak sebaiknya dijadikan museum misalnya. Tapi, sepenuhnya menjadi kewenangan PT KAI yang menguasai situs ini," pungkas Edi.