Arsitek asal Bandung berhasil memenangkan sayembara desain Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Magelang. Atap berbentuk Tajug menjadi salah satu faktor desain karya arsitek bernama Ade Yuridianto itu menjadi jawara.
"Masing-masing finalis memiliki kelebihan dan kekurangan, tapi penilaian tetap mengacu pada indikator tata bangunan Islami, tata ruang Islami, inovasi bentuk, respect terhadap green architecture, kewajaran konstruksi dan interior Islami," kata ketua tim juri sayembara MAJT Magelang, Prof Totok Roesmanto seperti dikutip dalam siaran pers yang diterima detikcom, Jumat (29/5/2020).
Totok menjelaskan cukup alot untuk menentukan pemenang sejak menentukan 6 besar, 3 besar hingga juara 1,2, dan 3. Salah satu hal menarik dari desain Ade menurut tim juri adalah bentuk atap Tajug yang melengkung ke belakang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut kami, itu inovasi bentuk atap Masjid Jawa. Bentuk itu mengembangkan bangunan dasar peribadatan di Jawa beratap Tajug. Kalau biasanya lincip ke atas, desain itu baru karena ditarik ke belakang dan puncaknya agak ke belakang. Ini hal baru dalam bentuk tempat peribadatan di Jawa, namun orang melihat sekilas saja sudah tahu kalau itu masjid," jelas guru besar arsitek Undip Semarang itu.
Jika nantinya desain itu diaplikasikan dalam bentuk bangunan, lanjut Totok, diperlukan perbaikan-perbaikan. Apalagi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berpesan agar bangunan MAJT Magelang tidak asal-asalan.
"Pesan Pak Ganjar kan bangunannya harus benar-benar indah dan kokoh, tidak asal-asalan. Tentunya nanti ada modifikasi agar betul-betul bagus dan berkualitas," katanya.
Sementara itu Ade mengaku terkejut menjadi pemenang. Ia sebenarnya ingin sekali ke Semarang untuk bisa menjelaskan lebih detail soal desainnya, namun kondisi saat ini belum memungkinkan.
"Alhamdulillah, saya sangat bersyukur. Sebagai etika profesi, kalau kondisi membaik saya bersedia datang ke Semarang untuk paparan desain lebih detail. Kalau ada pertanyaan-pertanyaan dari dewan juri maupun dari Pak Gubernur akan saya jawab dalam kesempatan itu," kata Ade.
Ade menerangkan, ide desain yang dibuatnya itu awalnya dari kognitif maps, yakni mengadaptasi kondisi ruang Masjidilharam. Jadi, pola konfigurasi ruangnya dibuat mirip dengan Masjidilharam. Sedangkan desain atap Tajug terinspirasi dari tugas akhir saat penelitian skripsi. Saat penelitian itu, ia menemukan bahwa atap bangunan peribadatan di Jawa khususnya Jawa Tengah itu menggunakan atap model Tajug.
Untuk dinding, yang digunakan untuk tempat peribadatan di Jawa Tengah banyak menggunakan batu andesit ataupun batu vulkanik. Sehingga, dalam desainnya itu, ia juga menggunakan dua jenis batu tersebut.
"Kebetulan saat saya skripsi, tugas akhir saya meneliti tentang atap-atap bangunan itu. Dari penelitian saya temukan bahwa atap Joglo itu untuk rumah kaum priyayi, atap pelana itu untuk kelas bawahnya dan atap Tajug itu khusus untuk tempat peribadatan. Jadi, ide desain saya ini berasal dari penelitian saat skripsi," terangnya.
Ia pun mengaku siap jika dilibatkan langsung dalam pembangunan dan juga jika diperlukan perbaikan-perbaikan.
"Kalau nanti desain ini diaplikasikan dalam bangunan, saya siap kalau ada tambahan atau penyempurnaan. Saya juga siap apabila dilibatkan dalam pembangunan fisiknya," tutup pria asli Cigandung, Bandung ini.
Untuk diketahui, desain Ade memiliki kode MAJT 012. Sedangkan juara kedua berkode MAJT 082 asal Malang dengan arsitek atap Gunungan dan juara 3 yaitu MAJT 062 dari Yogyakarta dengan desain atap Joglo terbelah.
Sayembara tersebut dibuka awal Februari 2020 lalu. Pemenangnya mendapatkan hadiah yaitu juara 1 Rp 75 juta, juara 2 Rp 50 juta, dan juara 3 Rp 25 juta.