Sepinya pembeli karena pandemi virus Corona (COVID-19) tak menyurutkan para pedagang bunga ziarah untuk berjualan. Seperti pedagang asal Boyolali yang berjualan sampai Klaten.
"Sepi. Sebab banyak yang tidak mudik sehingga tidak banyak orang berziarah kubur ke makam leluhur," ungkap Sarbini, penjual bunga warga Desa Tambak, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali saat ditemui di Stasiun Delanggu, Senin (25/5/2020).
Sarbini menjelaskan penjual bunga tabur makam tahun ini benar-benar terpukul. Sebab sehari untuk menjual 10 tas plastik kresek kecil atau keranjang kecil susah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehari menjual 10 kresek atau keranjang susah. Hari pertama lebaran saja tidak sampai 10 kresek lakunya, padahal tahun sebelumnya bisa 20-30 keranjang," terang Sarbini.
![]() |
Padahal dari sisi harga, lanjut Sarbini, tahun ini lebih murah. Sekarang sekeranjang kecil hanya dijual Rp 20.000, padahal tahun lalu Rp 30.000 berisi berbagai bunga campuran.
"Harga Rp 20.000 saja sepi. Biasanya paling ramai hari pertama setelah salat Idul Fitri warga ke makam tapi tahun ini hal itu tidak terjadi sebab salatnya di rumah," lanjut Sarbini.
Pedagang bunga asal Desa Musuk, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Minto mengatakan meski harga jual rendah tetap tidak laku.
"Ya tidak mengira ada Corona sebelumnya," ungkap Minto.
Menurut Minto, harga jual bunga jatuh. Harga mawar merah dan putih sebelumnya Rp 40.000 saat ini Rp 20.000, bunga melati yang tahun lalu Rp 60.000 sekeranjang kecil sekarang Rp 40.000 dan kenanga dari Rp 40.000 jadi Rp 20.000.
"Semua harganya turun. Petani di Merapi dan Merbabu panen tapi lakunya sulit," sambung Minto.
Bunga tabur, tambah Minto, bukan seperti makanan atau pakaian yang jika tidak laku tetap bisa digunakan. Biasanya dua hari tak laku akan layu.
"Kalau layu ya dibuang. Sebab tidak bisa digunakan untuk hal lainnya," pungkas Minto.