Sepekan kosong, rumah hantu tempat karantina khusus di Desa Sepat, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen kembali berpenghuni. Kali ini penghuninya merupakan seorang pendatang asal Semarang karena ketahuan menginap di rumah salah satu warga tanpa izin petugas desa.
"Kejadiannya semalam, ada laporan bahwa ada pendatang yang menginap di rumah salah satu warga. Kita langsung cek, sekitar pukul 03.00 WIB dini hari, kita minta untuk tinggal sementara di rumah isolasi ini," ujar salah satu anggota Satgas COVID-19 Desa Sepat, Ishariyanto, saat ditemui detikcom, Senin (4/5/2020).
Kepada petugas, pendatang bernama Rochmadi tersebut datang ke Desa Sepat untuk bekerja. Rochmadi mengaku berbisnis kerajinan keset dan datang ke desa tersebut untuk mengantar bahan baku. Bahan baku ini kemudian digarap warga dan disetorkan kembali ke Rochmadi untuk dipasarkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi memang dia ada rencana menginap beberapa hari di rumah salah satu warga untuk menunggu kesetnya jadi. Padahal selama ini kesepakatannya seluruh pendatang wajib melapor dulu ke Satgas COVID-19 Desa, agar bisa kita cek kondisinya dan memastikan proses karantinanya, sebagai antisipasi penyebaran virus Corona," jelas Ishariyanto.
Ishariyanto menyebut langkah memasukkan Rochmadi ke lokasi karantina ini merupakan kesepakatan bersama warga. Untuk warga Desa Sepat yang mudik, memang diberikan kesempatan untuk karantina mandiri di rumah masing-masing selama 14 hari. Jika bandel, baru dimasukkan di lokasi karantina paksa milik Desa Sepat tersebut.
"Namun untuk kasus Rochmadi ini, dirinya bukan warga Sepat, memang di sini dalam rangka pekerjaan selama beberapa hari. Jadi untuk mencegah risiko penularan virus Corona, mengingat dirinya adalah orang luar kota, kami tempatkan di rumah karantina desa," terang Ishariyanto.
Sementara itu, Kepala Desa Sepat, Mulyono, menambahkan rumah karantina khusus milik Desa Sepat itu memang bertujuan untuk meminimalisir potensi penyebaran COVID-19 terutama dari warga pendatang. Langkah melakukan karantina ini sudah menjadi keputusan bersama, sehingga harus ditaati.
"Jadi yang bersangkutan akan di sini sampai pekerjaannya selesai. Nanti hasil kerajinan warga akan disetor kepadanya, dan yang bersangkutan akan pulang ke kota asalnya. Yang jelas di rumah karantina ini, kita tanggung kebutuhannya. Ini demi kebaikan seluruh warga," ujar Mulyono.
Rumah karantina khusus milik Desa Sepat ini memang sempat ramai diperbincangkan. Lokasi yang menggunakan bekas gudang ini disebut warga sebagai rumah hantu karena sudah hampir 10 tahun tak berpenghuni. Sudah tiga pemudik yang sempat menempati rumah ini, karena tertangkap basah Satgas COVID-19 Desa melanggar aturan karantina mandiri selama 14 hari.