Petugas Bea Cukai Kanwil Jateng-DIY dan KPPBC Surakarta menggagalkan penyelundupan satu kontainer berisi 1.542 rol polyester woven fabric (kain dari polyester) senilai Rp 1,06 miliar di Klaten, Jawa Tengah. Kain impor tersebut belum dilunasi bea masuk dan pajak lainnya.
Pengungkapan itu terjadi hari Sabtu (4/4) lalu sekitar pukul 09.00 WIB. Informasi awal yang diterima petugas ada pengangkutan barang impor dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang menuju ke perusahaan Kawasan Berikat di daerah Karanganyar yang tidak sesuai ketentuan.
"Tim langsung bergerak melakukan penelusuran dan pengintaian sejak Jumat malam hari sebelumnya," kata Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kanwil DJBC Jateng DIY, Moch Arif Setijo Nugroho dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengintaian membuahkan hasil karena ternyata truk tersebut berhenti di SPBU di Jalan Wonosari-Pakis, Klaten. Kendaraan itu terciduk saat melakukan pembongkaran dan memindahkan barang.
"Melakukan pembongkaran atau pemindahan muatan ke kendaraan minibus," jelasnya.
Penindakan itu dilakukan karena diduga kuat perbuatan itu melanggar Pasal 102 huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal senilai Rp 1 miliar.
"Membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan atau diizinkan," ujarnya.
Ada enam orang yang diamankan dan berstatus terperiksa dalam kegiatan tersebut. Keenamnya masih berada di KPPBC Surakarta untuk menjalani proses pemeriksaan lebih lanjut.
"Nilai barang Rp 1.067.367.564,00 dan kerugian negara Rp 1.181.122.776,00," tuturnya
Kepala Kantor Wilayah DJBC Jateng-DIY, Padmoyo Tri Wikanto menjelaskan impor kain dari China mendapatkan fasilitas fiskal dari pemerintah berupa penangguhan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Dalam Rangka Impor. Jadi saat dikeluarkan dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang masih terhutang bea masuk dan pajak.
"Seharusnya barang tersebut langsung dibawa ke PT BML selaku perusahaan penerima fasilitas Kawasan Berikat, untuk kemudian diolah menjadi barang jadi berupa produk tekstil dengan tujuan utamanya untuk diekspor," jelas Padmoyo.
Dia menyesalkan tindakan yang merugikan negara itu justru terjadi saat negara butuh anggaran untuk penanganan virus Corona di tanah air.
"Negara membutuhkan anggaran banyak untuk penanggulangan wabah, namun upaya penyelundupan tersebut justru mencuri uang rakyat dan terkait dengan perusahaan yang notabene mendapat fasilitas dari negara," tegasnya.