Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Tri Wibawa menilai masyarakat seharusnya tak bereaksi berlebihan pada pemakaman jenazah pasien Virus Corona atau COVID-19. Dia menjelaskan virus pada jenazah yang sudah dikubur akan ikut mati.
"Dengan menjalani semua prosedur pemakaman jenazah COVID-19, sesuai guideline dari Kemenkes, Kemenag, dan MUI, maka tidak akan menimbulkan penularan. Semestinya tidak ada penolakan," ujar Tri dalam keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM, Senin (6/4/2020).
Pakar mikrobiologi ini menjelaskan ketika jenazah telah dibungkus dan dikubur maka virus akan ikut mati. Saat orang meninggal, lanjut Tri, selnya mati sehingga virus di dalamnya tidak akan berkembang. Sifat virus dalam jenazah sama dengan virus yang ada di tanah, lantai, maupun barang yang akan mati dalam jangka waktu tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menyebutkan risiko penularan jenazah positif COVID-19 ke manusia akan minimal apabila seluruh langkah pemulasaran dilakukan sesuai pedoman penanganan yang dikeluarkan Kemenkes. Antara lain, petugas kesehatan memakai alat pelindung diri (APD) saat pemulasaran jenazah, jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah, jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah, dan sesegera mungkin memindahkan ke kamar jenazah.
Berikutnya, kata Tri, keluarga pasien bisa diizinkan melihat jenazah sebelum jenazah dimasukkan ke kantong jenazah. Namun syaratnya keluarga harus menggunakan APD. Jenazah pasien Corona juga tidak boleh disuntik pengawet atau balsem, jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
Selain itu, menurutnya jenazah hendaknya diantar dengan mobil jenazah khusus dan sebaiknya jenazah disemayamkan di pemulasaran jenazah selama tidak lebih dari empat jam. Petugas juga harus memberikan penjelasan ke pihak keluarga terkait penanganan khusus pasien yang meninggal karena penyakit menular dan memperhatikan sensitivitas agama, budaya, dan adat istiadat.
"Perlakuan yang sama juga diperuntukkan bagi jenazah berstatus PDP yang hasil pemeriksaan laboratorium COVID-19 belum keluar," jelasnya.
"Jadi kami imbau masyarakat agar tidak panik petugas kesehatan telah memperlakukan jenazah pasien Covid-19 sesuai protokol. Jenazah telah dibungkus sedemikian rupa agar tidak bocor dan dijamin keamanannya," lanjut Tri.
Dihubungi terpisah, Ketua Health Promoting University (HPU) Fakultas Peternakan UGM Nanung Danar Dono menyayangkan masih adanya masyarakat yang menolak pemakaman jenazah pasien positif corona. Padahal secara kemasyarakatan hal tersebut tidak semestinya terjadi.
"Yang terjadi adalah ketakutan yang berlebihan. Padahal pemerintah sudah ada protokol kesehatan yang menjamin keamanan dengan risiko penularan yang sangat kecil dari jenazah pasien COVID-19 ," kata Nanung.
Direktur Halal Center Fakultas Peternakan UGM ini mengungkap, secara agama, penolakan pemakaman jenazah juga tidak dibenarkan. Demikian pula dalam agama Islam, jenazah harus diperlakukan dengan baik dan dikubur dengan penghormatan serta penghargaan.
Dalam syariat Islam, lanjutnya, pemakaman jenazah termasuk fardu kifayah. Apabila tidak dijalankan atau tidak ada yang mau melakukan maka semua akan berdosa.
"Hak muslim yang sudah meninggal harus dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dimakamkan. Jadi kalau menolak pemakaman itu tidak benar secara syariat Islam," lanut Nanung.
Nanung menjelaskan dalam pengurusan jenazah pasien Corona, MUI telah mengeluarkan fatwa terutama dalam memandikan dan mengafani yang harus dilakukan sesuai protokol medis oleh pihak berwenang dengan tetap memperhatikan hukum agama. Sedangkan untuk mensalatkan dan memakamkan jenazah harus dilakukan dengan tetap menjaga petugas dan pelayat tidak terpapar Covid-19.
"Untuk salat jenazah dilakukan minimal 1 orang, jika tidak memungkinkan bisa disalatkan di kuburan, dan (jika) itu tidak memungkinkan bisa dari jauh atau salat ghaib," urainya.
Tak hanya itu, Nanung menjelaskan jenazah pasien Virus Corona juga tidak dibawa ke rumah duka tetapi langsung dimakamkan untuk menghindari kerumunan para pelayat. Hal tersebut dikhawatirkan bisa membuka risiko penularan bukan dari jenazah ke pelayat.
Dia berharap tidak akan ada lagi peristiwa penolakan pemakaman jenazah positif COVID-19. Stigmatisasi dan penolakan akan melukai perasaan keluarga yang ditinggalkan.
"Meninggal itu takdir Allah yang tidak bisa ditolak, jadi apapun alasannya tidak benar menolak pemakaman jenazah pasien COVID-19," pungkasnya.