Peristiwa ini jadi pembicaraan setelah Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menceritakan laporan yang diterimanya melalui akun Facebooknya.
"Banyak yg tanya kepd sy soal teror WA ke siswi tak berjilbab di SMA 1 Gemolong Sragen. Dinas P&K Prov bsk pg akan klarifikasi ke sekolah. Mari kita hormati & saling belajar dg baik, tidak memaksa apalagi meneror. Saya akan ajak bicara siswa, guru & ortu," tulis Ganjar melalui akun Facebook pribadinya, seperti dikutip detikcom, Kamis (9/1).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu sudah termasuk kategori bullying. mengenakan jilbab & menutup aurat memang syar'i bagi muslimah tapi tdk boleh ada pemaksa'an dari siapapun.
hendaknya dijalankan dng didasari kesadaran serta pemahaman diri," tulis akun Dony Hasan.
"Harus diajak ngomong Pak... Pakai jilbab atau ngga itu pilihan pribadi. Ngga perlu maksa, apalah isampai ngancem2 ortu nya!!!" tulis akun Leticia Malphettes.
Dimintai konfirmasi terpisah, Kepala SMA Negeri 1 Gemolong, Sragen, Suparno membenarkan peristiwa tersebut.
"Benar, di SMA Negeri 1 Gemolong ada kejadian yang menurut saya kecil tapi tetap hati-hati dan ditindaklanjuti. Ada siswi kami kelas X yang belum berjilbab. Satu dari 946 anak, setelah itu ada salah satu anggota ekstrakurikuler Rohis (Kerohanian Islam), mengingatkan," ujar Suparno saat ditemui detikcom di kantornya, Kamis (9/1).
Suparno menuturkan kegiatan Rohis sesuai dengan visi sekolah, yakni menjadikan warga sekolah beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Dia menyebut anak yang disebut melakukan teror ini mengingatkan siswi berinisial Z agar memakai jilbab.
"Kelihatannya anak ini belum bisa menerima saat ini, tapi saya yakin suatu saat akan berjilbab juga setelah dapat hidayah itu. Namanya juga anak ya, mungkin awalnya ladakan (ledek-ledekan), lalu njiwit-njiwit (cubit-cubitan), akhirnya sampai (mengeluarkan) pernyataan yang saya akui agak kemajon (keterlaluan), agak terlalu. Anak kami ini jadi tertekan, galau, resah sehingga matur (bilang) ke orang tuanya," terang Suparno.
Pihak orang tua siswi tersebut juga sudah mengklarifikasi hal itu ke sekolah dan Rohis pada Senin (6/1). Saat itu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru BP, serta guru agama Islam turut menemui wali murid tersebut. Dalam pertemuan itu, Suparno mengungkap, diketahui laporan wali murid itu benar aanya. Dia pun sebagai kepala sekolah, mengaku salah.
"Jadi kalau ada salah satu siswa berbuat yang sedikit menyimpang, kurang menghargai dan kurang toleransinya kami yang teledor," sambungnya.
![]() |
Saat itu, Suparno menilai masalah tersebut telah selesai. Menurutnya, kedua pihak sudah berangkulan. Dia juga berjanji akan mengevaluasi kegiatan Rohis supaya bermanfaat dan tidak membuat gempar dengan cara mengendalikan kajian-kajian Rohis.
Hal berbeda diungkapkan ayah Z, Agung Purnomo. Agung menyebut masalah ini belum tuntas. Dia ingin ada langkah nyata dari sekolah untuk mencegah kasus ini terulang lagi.
"Selesai apa ya, Pak? Kalau kami komplain memang sudah. Kalau penyelesaian ya belum, yang saya anggap selesai itu gini, ini ada anak yang sudah berani melakukan tindakan yang over. Seharusnya ini PR sekolah, tindakannya seperti apa, penyelesaiannya seperti apa," tegas Agung.
Agung berpendapat pihak sekolah perlu menghentikan sementara kegiatan Rohis dan mengkaji ulang SOP-nya. Dia berharap bibit intoleransi seperti ini tidak lagi meracuni anak-anak tersebut.
"Kalau saya berpikir gini, sekolah itu kan milik negara. Jadi seberapa besar sekolah mampu menyediakan satu ruang yang mampu menerima perbedaan, itu kan yang terpenting," ujarnya.
Agung menyebut teror anggota Rohis melalui WA itu telah membuat putrinya takut bergaul dan diperlakukan berbeda oleh gurunya. Agung menyebut putrinya saat itu masih terus menangis dan tidak berani berangkat ke sekolah karena kasusnya viral di media sosial.
![]() |
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah (Jateng) turun tangan terkait kasus ini. Kepala Cabang Dinas (KCD) wilayah IV Dinas Pendidikan Jateng, Eris Yunianto memanggil Kepala SMA Negeri 1 Gemolong, Sragen, Suparno.
Ada sejumlah catatan dari Disdik Jateng untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang.
"Kemarin sudah kita undang, baik kepala sekolah, wakil, pembina rohis, guru BK dan guru agama. Kita tanya terkait bagaimana metode kegiatannya di situ. Tujuan kita adalah mencari formulasi yang mungkin kurang pas, agar bisa kita benahi," ujar Kepala KCD Wilayah VI, Eris Yunianto, dihubungi detikcom, Senin (13/1).
Eris menyebut pihaknya sudah meminta pihak sekolah untuk membenahi standard SOP kegiatan siswa, termasuk Rohis.
Eris juga menyoroti soal masjid sekolah yang selama ini digunakan bersama-sama dengan masyarakat. Akses yang terbuka bagi pihak luar ini juga menjadi kendala bagi sekolah untuk melakukan pengawasan.
Selama ini, kata Eris, pembicara-pembicara di masjid didatangkan tanpa koordinasi dengan pihak sekolah. Sehingga Eris merasa perlu ada batasan yang jelas agar tidak tumpang tindih dengan kegiatan sekolah.
Sedangkan terkait kondisi siswi Z hingga kemarin masih belum berani kembali masuk sekolah. Koordinator Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS), Sugiarsi, mengungkapkan Z diduga mengalami tekanan batin sehingga terus merasa ketakutan. Pihaknya diminta orang tua Z untuk memberikan pendampingan sekaligus terapi agar bisa mengembalikan kondisi kejiwaan.
"Tapi setelah saya terapi dua kali, ketika dia sudah saya motivasi alhamdulillah sudah mau diajak ngomong. Tadi ada pihak sekolah datang dari guru BP (BK, bimbingan dan konseling) menanyakan kenapa sudah empat hari nggak masuk sekolah," ujar Sugiarsi saat dihubungi detikcom, Senin (13/1).
Sugiarsi menyebut Z sempat tidak mau menemui pihak sekolah dengan alasan takut. Setelah diberikan motivasi dan pendampingan, Z baru mau menemui guru BK tersebut.
"Sudah tidak mau masuk sekolah sejak Rabu (8/1), ini sudah empat hari. Sudah izin ke sekolah, izin sakit. Tapi ini sakitnya sakit mental karena selalu ketakutan," terangnya.
Sementara orang tua Z, Agung Purnomo, meminta pihak sekolah memberikan kepastian dan jaminan anaknya akan bisa diterima dengan baik. Pihaknya menyayangkan komentar pihak sekolah yang menurutnya justru terkesan memojokkan anak perempuannya.
"Kepala sekolah ngomong bahwa masalah ini sudah selesai, terus anak kami yang belum dapat hidayah lah. Ini kan lucu, sejak kapan masalah hidayah, hubungan orang dengan Tuhannya itu menjadikan birokasi di sekolah. Ini sangat berbahaya sekali. Dan semua, guru ternyata ngomongnya seperti itu. Berarti ini kan sudah.. Apakah bisa mewujudkan satu wadah sekolah negeri yang mengakomodir pluralisme untuk anak-anak kita," ujar Agung.
Halaman 2 dari 4
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini