Koordinator Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS), Sugiarsi, mengungkapkan Z diduga mengalami tekanan batin sehingga terus merasa ketakutan. Pihaknya diminta orang tua Z untuk memberikan pendampingan sekaligus terapi agar bisa mengembalikan kondisi kejiwaan.
"Kondisi anak ketakutan tadi ketika saya baru datang. Tapi setelah saya terapi dua kali, ketika dia sudah saya motivasi alhamdulillah sudah mau diajak ngomong. Tadi ada pihak sekolah datang dari guru BP (BK, bimbingan dan konseling) menanyakan kenapa sudah empat hari nggak masuk sekolah," ujar Sugiarsi saat dihubungi detikcom, Senin (13/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sugiarsi menyebut Z sempat tidak mau menemui pihak sekolah dengan alasan takut. Setelah diberikan motivasi dan pendampingan, Z baru mau menemui guru BK tersebut.
"Sudah tidak mau masuk sekolah sejak Rabu (8/1), ini sudah empat hari. Sudah izin ke sekolah, izin sakit. Tapi ini sakitnya sakit mental karena selalu ketakutan," terangnya.
Sementara orang tua Z, Agung Purnomo, meminta pihak sekolah memberikan kepastian dan jaminan anaknya akan bisa diterima dengan baik. Pihaknya menyayangkan komentar pihak sekolah yang menurutnya justru terkesan memojokkan anak perempuannya.
"Kepala sekolah ngomong bahwa masalah ini sudah selesai, terus anak kami yang belum dapat hidayah lah. Ini kan lucu, sejak kapan masalah hidayah, hubungan orang dengan Tuhannya itu menjadikan birokasi di sekolah. Ini sangat berbahaya sekali. Dan semua, guru ternyata ngomongnya seperti itu. Berarti ini kan sudah.. Apakah bisa mewujudkan satu wadah sekolah negeri yang mengakomodir pluralisme untuk anak-anak kita," ujar Agung.
Menurutnya, sekolah negeri diharapkan mampu memberikan ruang seluas-luasnya bagi kebhinnekaan dan nasionalisme. Untuk itu pihaknya meminta kepastian dari sekolah bahwa anaknya akan bisa diterima tanpa diskriminasi dan perundungan.
Sementara itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah akan mengumpulkan perwakilan pengurus kerohanian Islam (rohis) dari seluruh SMA, SMK dan MA di Sragen. Hal ini buntut dari kasus yang menimpa dua sekolah di Sragen, dalam beberapa waktu terakhir.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah, Jumeri mengungkapkan pihaknya akan mengambil langkah-langkah lanjutan terutama untuk wilayah Sragen.
Sebelum kasus teror terhadap siswi SMA Negeri 1 Gemolong yang tidak mengenakan jilbab ini mencuat, ada kasus saat anggota rohis viral di media sosial mengibarkan bendera mirip HTI, pada Oktober 2019 lalu.
"Nanti bentuknya sarasehan dengan gubernur. Kita akan kumpulkan khusus rohis SMA, SMK dan MA di Sragen. Satu sekolah mengirimkan tiga anak perwakilan pengurus rohis, didampingi kepala sekolah dan guru masing-masing. Itu ikhtiar kita untuk bisa mengurangi risiko-risiko semacam yang terjadi," ujar Jumeri, dihubungi detikcom.
Dalam sarasehan tersebut, para siswa akan diberikan pemahaman seputar pentingnya menjaga toleransi di antara sesama. Serta agar tidak melakukan bullying jika ada temannya yang berbeda, dan memberikan kesadaran agar para siswa bisa menerima perbedaan sebagai sebuah kewajaran.
"Akan digelar dalam waktu dekat. Kita berharap Pak Gub (gubernur) bisa. Pak Gub kan pinter berdialog dengan anak, beliau ahlinya," sambung Jumeri.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini