Tarmuji menjalankan kewajiban sebagai kepala rumah tangga dengan menjadi penjual roti keliling untuk menafkahi keluarganya. Selain itu, Tarmuji juga berperan sebagai sosok ibu bagi dua anaknya setelah istrinya, Sistiyati (40), meninggal dunia pada Agustus 2019 lalu.
Sosok Tarmuji ramai dibahas di media sosial. Salah satunya dibagikan di dalam grup Facebook Pekalongan Curhat. Tarmuji disebut sebagai laki-laki yang menjajakan dagangan dengan menggendong anak perempuannya. Banyak netizen yang juga memuji sosok Tarmuji sebagai kisah yang menginspirasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Rumah Tarmuji juga terlihat lebih tinggi dibandingkan jalan untuk mencegah air banjir menggenangi rumahnya yang bercat biru itu. Sayangnya, hal itu tidak dibarengi dengan ditinggikannya atap rumah karena keterbatasan biaya.
Siapapun yang masuk rumah berukuran 4x8 meter itu harus menundukkan kepala. Kondisi kayu dan bambu yang lapuk juga membuat penghuni rumah ketar-ketir jika turun hujan.
Setiap hari aktivitas Tarmuji mempersiapkan makan untuk anaknya. Anak pertama, Tika Novianti (15) saat ini duduk di bangku SMK. Tika bersekolah dari pagi sampai sore hari. Si bungsu, Fitri Agustina (6), belum sekolah karena sakit-sakitan ditambah lumpuh layu di kakinya.
Kondisi tersebut yang menjadi alasan Tarmuji mengajak Fitri kemanapun ia pergi dengan cara digendong, termasuk saat berkeliling jualan roti. Tarmuji tidak tega meninggalkan Fitri sendirian di rumah dengan kondisi lantai tanah dan rumah yang nyaris roboh.
"Anak sakit-sakitan, kalau saya kerja (jualan roti) tidak ada yang menunggui di rumah. Ditambah kondisi rumah seperti itu makanya saya bawa," kata Tarmuji kepada detikcom di rumahnya, Jumat (10/1/2020).
Bersama Fitri dalam gendongan Tarmuji, mereka berangkat sejak pagi menuju Kelurahan Landungsari di Kota Pekalongan untuk mengambil roti. Biasanya Tarmuji mengambil 100 bungkus roti setiap harinya. Kemudian dia jualan keliling Kota Pekalongan hingga Kabupaten Pekalongan.
![]() |
Awalnya Tarmuji menjual roti keliling dengan sepeda ontel. Sejak istrinya meninggal, Tarmuji berganti menggunakan sepeda motor untuk memudahkannya menggendong Fitri. Seakan tahu kondisi bapaknya, Fitri tidak pernah menangis atau mengeluh, baik saat cuaca panas maupun hujan.
"Alhamdulillah, anak saya tidak pernah mengeluh. Kami kehujanan bersama juga sering saat musim hujan seperti saat ini. Tapi kalau hujan besar kami berteduh. Kasihan juga anak bisa basah kuyup," ujarnya.
Keduanya berkeliling jualan roti hingga sekitar pukul 11.00 WIB. Tarmuji bersama Fitri lalu pulang untuk beristirahat di rumah.
"Kami pulang jam 11 siang untuk beristirahat. Dilanjut jualan sore hari jam 3 sore sampai 5 sore," terang Tarmuji.
Waktu istirahat ini digunakan Tarmuji untuk beres-beres rumah dan menyuapi Fitri makan siang dari sisa sarapan. Fitri dibawa ke tempat tidur di ruang tengah yang masih berlantai tanah.
Sembari menunggu waktu sore untuk berangkat jualan roti keliling lagi, Tarmuji melakukan aktivitas layaknya seorang ibu rumah tangga. Mulai dari mencuci piring, memasak air hingga mencuci pakaian. Ini dilakukan agar tidak merepotkan anak pertamanya, Tika, yang pulang sekolah sore hari.
"Kalau tidak dikerjakan saya, ya anak saya. Tapi kasihan anak saya capek habis pulang sekolah sorenya," ucap Tarmuji.
Tarmuji sendiri bukan karyawan toko roti. Dia hanya ikut memasarkan roti dengan upah harian.
"Dari semua roti yang laku saya dapat upah 16 persennya. Kalau pas lagi ramai ya saya bisa bawa uang Rp 60-70 ribu," tuturnya.
Uang tersebut digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya sekolah Tika. "Kalau sisa, saya tabung untuk (memperbaiki) rumah," ucap Tarmuji.
Dia bercita-cita ingin mempunyai rumah yang normal, tidak membungkuk saat masuk, dan berlantai bukan tanah agar anaknya tidak terpeleset saat jalan karena licin akibat atap bocor kalau hujan.
![]() |
Anak pertama Tarmuji, Tika, mengaku merasa kasihan pada bapaknya. Dia membantu sebisanya terutama untuk merapikan rumah.
"Sempat dilarang Bapak untuk membantu. Katanya takut saya lelah nanti sakit," ucap Tika.
Tika saat ini duduk dibangku kelas XI di SMK swasta. "Ya tetap bayar SPP, (SMK) swasta kok. Kata Bapak, nggak masalah, minta diterusin sekolahnya," katanya.
Sementara itu, Kasi Kesra Desa Tegaldowo, Kuntari, mengakui kondisi keluarga Tarmuji tergolong warga miskin. Pihaknya juga berusaha mencarikan bantuan untuk perbaikan rumah bagi keluarga Tarmuji.
"Untuk kondisi rumah masih diupayakan perbaikan bantuan dari Desa," ujarnya kepada detikcom.
Halaman 2 dari 4
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini