"Perkiraan kami, trotoar yang ramah difabel 10 persen. Jadi 90 persen lainnya tidak, itu perkiraan kami," kata Ketua FKDK Rismawan Yulianto saat ditemui di wilayah Nganguk Pengapon, Kecamatan Kota, Kudus, Jumat (6/12/2019).
"Hampir seluruhnya belum ramah difabel. Tidak hanya trotoar di jalan kota, juga di pinggiran," lanjut Rismawan.
Namun, kata Rismawan, ada beberapa titik di tengah guiding block itu berdiri tiang listrik.
"Kalau tunanetra lewat situ, apa nggak nabrak tiang," keluhnya.
Dia yakin pengembang yang membangun trotoar tak paham dengan kegunaan jalur ramah difabel.
"Pengembang nggak tahu. Tahunya mungkin hiasan trotoar, makanya bangunnya ditabrakkan tiang," tuturnya.
"Setidaknya, kami para difabel diajak berembuk saat pembangunan trotoar. Jadi akan paham maksud ada tanda guiding block itu," ujarnya.
Dia juga menyayangkan ada trotoar yang dilengkapi jalur ramah difabel tapi malah jadi lahan dagang para pedagang kaki lima (PKL).
"Saya pernah jumpai tunanetra yang mau lewat trotoar, namun milih ke bawah atau di pinggir jalan. Sebab trotoarnya buat PKL. Kan ini membahayakan si tunanetra," tambah dia.
![]() |
"Bahkan trotoar lama itu kan licin dan nggak ada jalur ramah difabel. Ada kalangan difabel yang terpeleset saat melintas trotoar di depan RSUD, meski trotoarnya memang ada bidang miringnya," imbuh dia.
"Kudus masih jauh dari sebutan kabupaten inklusi," ucap Rismawan.