Semarang - Sabar Subadri, pelukis tanpa tangan asal Salatiga, Jawa Tengah, menggelar pameran tunggal di Kota Semarang. Dia memamerkan lukisan kebanggaannya yang tidak dijual.
Sabar merupakan pelukis yang cukup punya nama karena karyanya sudah beredar hingga luar negeri, bahkan menjadi ilustrasi kartu pos tematik di penjuru dunia. Pria kelahiran 4 Januari 1979 itu sejak lahir tidak memiliki kedua tangan, namun semangatnya tidak padam hingga akhirnya karyanya dikenal.
"Sejak lahir sudah seperti ini. Melukis sebenarnya bukan bakat, tapi dorongan dari lingkungan dan keluarga," kata Sabar di pameran tunggalnya di Mal Ciputra, Semarang, Selasa (3/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sabar menceritakan singkat perjalanan hidupnya dimulai ketika kecil sempat ditolak lima sekolah dasar hingga akhirnya diterima di SDN Kalicacing 2. Ayahnya merupakan penjaga di suatu sekolah sehingga sering membawa potongan kapur tulis tidak terpakai.
"Bapakku kan
pak bon (penjaga sekolah), banyak cuilan kapur, corat coret pakai itu kemudian didorong ikut lomba menggambar," ujarnya.
Sabar Subadri. (Angling Adhitya Purbaya/detikcom) |
Sembari tertawa, ia mengaku tidak pernah menang lomba menggambar. Namun kala itu anggota Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA) Jakarta menghubungi dan mengajak bergabung. Atas izin orang tua, ia bergabung hingga bisa mengikuti pameran pertamanya di Jakarta.
"Dalam pameran itu, lukisan saya yang pertama terjual dibeli Arswendo Atmowiloto, harganya Rp 150 ribu. Zaman itu sudah banyak. Lukisan pemandangan khas anak-anak," paparnya.
Kepiawaian melukis menggunakan kaki yang dimiliki Sabar semakin terasah dan ia sudah mengikuti pameran dengan AMFPA beberapa kali ke luar negeri. Karyanya juga banyak diminati tidak hanya dari Indonesia. Sejumlah pejabat juga kini mengoleksi karya Sabar, termasuk Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
"Pameran sudah di Singapura, Taiwan, Wina, Barcelona, ya sama Asosiasi," katanya.
Di AMFPA, Sabar mengirim 12 karya setiap tahun. Setelah itu lukisannya menjadi ilustrasi untuk post card sesuai tema di berbagai negara.
"Lewat asosiasi ini, (saya) kirim 12 karya per tahun, kami kemudian mendapat honor. Di luar itu masih bisa jual karya sendiri," ujar Sabar.
Sabar Subadri (Angling Adhitya Purbaya/detikcom) |
Hari ini ia menggelar pameran tunggal dengan menggandeng Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Jawa Tengah. Ada 32 karya terbaik yang dipamerkan, namun ia menunjukkan salah satu karya favoritnya, yaitu 'Tenang dalam Gejolak', yang menggambarkan bebatuan kerikil dengan aliran air sungai.
"Favoritku 'Tenang dalam Gejolak'. Batu di tengah kali ada riak air, transparan karena bening kerikil kelihatan. Bikinnya susah bukan main, tapi aku
seneng, optimis. Ini tidak dijual. Saya buatnya selama 6 minggu," jelas suami Fachrunnisa itu.
Jenis lukisan Sabar adalah naturalis-realis. Ia selalu memberikan makna tidak hanya dalam goresan kuasnya, tapi juga judul lukisannya.
"Saya tetap ingin berikan interpretasi objek itu, terwakili dari judul. Ini lukisan burung 3 judulnya 'Tetap Satu Ruang'. Tiga macam burung hidup bersama," ujarnya sambil menunjukkan lukisan tersebut.
Sabar Subadri sedang melukis. (Angling Adhitya Purbaya/detikcom) |
Pameran tunggal tersebut dibuka hari ini tepat di Hari Penyandang Cacat Internasional hingga hari Kamis (5/12) mendatang. Ia berharap dalam momen ini bisa memberikan motivasi kepada penyandang disabilitas lainnya.
"Hari Internasional Penyandang Cacat ini saya ingin teman-teman jujur dan terus memberdayakan diri. Jangan terjebak pemberdayaan secara fisik. Kuatkan secara intelektual," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Disporapar Jateng Sinoeng N Rachmadi mengatakan rangkaian acara yang digelar pihaknya, termasuk pameran tunggal karya Sabar, merupakan bentuk dukungan pemerintah.
"Keberpihakan pemerintah berikan stimulasi, banyak ruang ekspresi kepada publik," pungkas Sinoeng.
Sabar Subadri (Angling Adhitya Purbaya/detikcom) |
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini