Ketua pengelola pantai Wates, Heri Prasetyo, mengatakan kondisi tersebut muncul sejak kemarin. Pada hari pertama kemunculan limbah itu, banyak biota laut yang mati. Mulai ikan, kepiting, udang, hingga ubur-ubur, yang kemudian terdampar mati di bibir pantai.
"Kondisinya sudah dua hari ini agak parah. Kemarin hari pertama yang parah, banyak biota laut yang mati, seperti ikan, kepiting, udang, rajungan, kerang-kerang, itu banyak yang mati. Lautnya berlumpur, warnanya hijau, baunya nggak enak, kalau kena kulit gatal," kata Heri kepada detikcom, Kamis (14/11/19).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menduga kondisi tersebut akibat limbah buangan industri ikan yang berada tak jauh dari lokasi pantai. Sebab, kondisi yang sama pernah terjadi dua tahun lalu dan penyebabnya pun pembuangan limbah yang sembarangan.
![]() |
"Penyebabnya sebelah timur pantai ini kan ada kawasan industri ikan. Itu kan mereka membuang limbah langsung ke laut tanpa IPAL. Indikasinya yang menyebabkan pencemaran ya itu, sama dengan yang dulu," jelasnya.
Heri bercerita limbah semacam itu muncul pertama kali pada 2015, dan paling parah terjadi pada 2017.
"Ini tahunan, paling parah 2017, itu sampai hitam. Kami diam di pinggir pantai saja bisa pusing karena baunya. Kemudian tahun kemarin tidak keluar limbahnya ini. Tapi sekarang muncul lagi. Memang kelihatannya kalau pas musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan," paparnya.
![]() |
Salah seorang warga setempat, Maskurniawan, mengaku, akibat kondisi tersebut, aktivitas warga menjadi terganggu, terutama warga yang tinggal di dekat bibir pantai.
"Kami mau aktivitas otomatis jadi terganggu. Di sini warga mayoritas nelayan, hasilnya jadi berkurang banyak. Kami yang beraktivitas di pantai, kalau kena airnya sedikit saja, bisa langsung gatal, merah semua kulit," tutur Maskurniawan.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Rembang Dwi Wahyuni mengaku pegawai DLH Provinsi Jawa Tengah telah mengambil sampel lumpur di pantai tersebut.
"Menurut informasi teman kantor, tadi pagi ada pegawai DLH provinsi dan didampingi teman kantor ambil sampel. Sampai sekarang belum balik kantor. Kami akan tetap dampingi kejadian ini," jelas Dwi.
Dwi mengatakan bahwa kondisi di Pantai wates ini sudah belangsung lama.
"Pantai wates terkait lumpur sudah ada lama sekali, di mana terjadi endapan dari proses gelombang laut yang mengakibatkan pengadukan dalam pasir di dasar lautan yang kemudian terbawa sampai ke bibir pantai dan sebagian mengendap," tuturnya.
Ia menyebut, jika dalam kondisi angin barat, pantai kembali bersih dan terbebas dari lumpur. Berbeda ketika terjadi angin timur yang umumnya terjadi ketika peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
"Dalam waktu yang lama endapan tersebut menjadi lumpur, situasi tersebut juga dipengaruhi arah angin saat angin barat maupun angin timur. Saat angin baratan kondisi pantai menjadi bagus dan saat timuran kembali lagi seperti semula," terangnya.
Pemerintah Kabupaten Rembang menurutnya juga telah menyarankan kepada pihak DPRD Provinsi Jawa Tengah ketika meninjau kondisi Pantai Wates agar diadakan pengerukan lumpur tahun lalu. Hanya saja, hal itu urung dilakukan.
"Oleh karena itu saat ada peninjauan anggota DPRD Provinsi pernah kami sarankan untuk diadakan kegiatan pengerukan, supaya lumpur tidak bertambah banyak," jelasnya.
Disinggung terkait limbah pembuangan oleh industri pengolahan ikan yang lokasinya tak jauh dari pantai tersebut, Dwi Wahyuni menyebut sejauh ini pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sudah dalam tahap akhir pembuatan.
"Untuk perusahaan sekitar sudah dalam tahap akhir pembuatan IPALnya," papar Dwi.
Halaman 4 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini