Mengenakan topeng dan kostum orang utan serta membawa poster, mereka melakukan aksi berdiam diri. Aksi mereka dilatarbelakangi oleh terancamnya habitat orang utan Tapanuli.
Orang utan Tapanuli atau Pongo Tapanuliensis ditetapkan menjadi spesies sejak 2017. Namun keberadaannya disebut terancam punah gegara pembangunan pembangkit listrik tenaga air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indira mengatakan, meski baru ditetapkan menjadi spesies, status orang utan Tapanuli sudah critically endangered atau terancam punah. Sebab, populasinya tinggal kurang dari 800 ekor.
"Orang utan Tapanuli ini terancam (punah) karena jumlahnya saat ini tidak sampai 800 ekor. Jadi diperkirakan jumlahnya hanya 577-760 ekor lagi," ungkapnya.
"Dan pembukaan PLTA Batang Toru ini akan membuat habitat orang utan Tapanuli menjadi makin terfragmentasi. Jadi terisolasi antara blok barat dan blok timur," sambungnya.
Menurutnya, akibat habitat orang utan Tapanuli terpisah, mereka terancam tak bisa berkembang biak secara maksimal. Sebab, kedua habitat tak bisa bertemu.
"Jadi karena pupulasinya makin kecil, juga habitatnya makin sempit, itu membuat orang utan Tapanuli ini juga makin terancam punah," tutur Indira.
![]() |
Untuk itu, Indira dan relawan COP meminta pemerintah menghentikan pembangunan PLTA Batang Toru yang sedang berlangsung di Tapanuli, Sumatera Utara (Sumut).
"Tuntutannya adalah kami berharap pembangunan PLTA ini tidak jadi (dibangun) di habitat orang utan Tapanuli di Batang Toru," kata dia.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Institute Sahata, jenis orang utan di Tapanuli ini awalnya berasal dari daerah Martabe, yang bergerak ke wilayah hutan. Mengapa bisa begitu? Tulisan peneliti Insitute Sahata itu bisa dibaca melalui tautan di bawah ini:
Baca Juga: Tambang Martabe dan Isu Orangutan Tapanuli
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini