Tentang poin penyadapan, Antasari menegaskan bahwa penyadapan memang diperlukan. Namun penyadapan tetap harus diawasi oleh dewan pengawas.
"Kalau dewan pengawas ya saya setuju. Penyadapan tidak perlu dari lembaga eksternal, saya setuju. Tapi perlu dewan pengawas. Perlu penyadapan," kata Antasari saat ditemui di rumah dinas Wali Kota Surakarta, Loji Gandrung, Sabtu (14/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penyadapan di era Antasari hanya digunakan sebagai pelengkap alat bukti. Penyadapan hanya bisa dilakukan setelah ada surat perintah penyelidikan.
"Maka surat perintah penyadapan keluar setelah surat perintah penyelidikan, jadi sebelum ada itu maka tidak sah penyadapan. Apakah era sekarang seperti itu saya tidak tahu. Maka harus ada pengawasan," ujar dia.
Dia sepakat jika dewan pengawas tidak boleh diisi oleh politisi dan penegak hukum yang masih aktif. Dewan pengawas diisi oleh tokoh masyarakat dan akademisi.
"Kan banyak itu masyarakat yang concern terhadap korupsi. Misal mantan Ketua Muhammadiyah Buya Syafi'i Ma'arif bagus. Banyak lainnya," ujar dia.
Dia juga setuju tentang poin pegawai KPK yang berubah menjadi aparatur sipil negara (ASN). Hal tersebut dia yakini tidak akan melemahkan KPK.
"Sewajarnya seperti itu. Karena harus ada aturannya, pensiun umur berapa, tugas berapa tahun, supaya tertib. Bukan memperlemah. Kewenangan tidak ada yang dipreteli kok," tutupnya.
Simak juga video Jadi Ketua KPK, Ini Respons Firli Saat Ditanya Posisinya di Polri:
(bai/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini