"Ya kalau (penanganan) normatifnya semuanya diperiksa dulu, pelapor, kemudian saksi-saksi yang disebutkan oleh pelapor itu ya kita panggil, kita periksa dulu," kata Yuliyanto kepada wartawan di Mapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (26/8/2019).
Disinggung mengenai maraknya pembajakan buku di Yogyakarta, Yuliyanto mengaku tak mengetahui secara persis. Namun ia memastikan pelaporan oleh Konsorsium Penerbit Jogja yang menyoal pembajakan buku akan diproses.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Buku itu sebelum terbit melewati proses yang panjang. Di sana ada editor, desainer isi dan sampul, pembaca ahli, dan seterusnya. Penerbit mengeluarkan dana besar untuk pembiayaan-pembiayaan itu. Pembajakan membuat penerbit limbung," kata Hisworo Banuarli.
Hinu OS, begitu Hisworo Banuarli akrab disapa adalah perwakilan Konsorsium Penerbit Jogja. Ia memimpin rekan-rekannya untuk bersama-sama melawan pembajakan buku yang masif di wilayah Yogyakarta dengan melaporkannya ke polisi.
Menurut Hinu, tak hanya pihak penerbit yang dirugikan dengan maraknya pembajakan buku di Yogyakarta. Kalangan penulis, lanjutnya, juga turut dirugikan karena mereka kehilangan royalti dari industri perbukuan.
"Menulis buku itu berat. Jika kau pegawai negeri, gaji bulananmu masih bisa menopang kehidupanmu dan kehidupan keluargamu. Namun jika kamu hanya mengharapkan royalti buku untuk kehidupan finansialmu, hidupmu pasti akan sialan," imbuh seorang penulis, Muhidin M Dahlan.
Adapun ke-12 penerbit yang tergabung dalam Konsorsium Penerbit Jogja yakni CV Gava Media, Media Pressindo, Pustaka Pelajar, CV Pojok Cerpen, PT Gardamaya Cipta Sejahtera, PT Galang Media Utama, PT LkiS Pelangi Aksara, Penerbit Ombak, PT Bentang Pustaka, CV Kendi, CV Relasi Inti Media, dan CV Diva Press. (ush/skm)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini