Anggota Dewan Pengawas RS Jogja, Syukri Fadholi, menganggap pernyataan yang menyebut RS Jogja terancam bangkrut berlebihan. Sebab, kenyataannya keuangan RS masih sehat dan layanan kesehatannya juga masih berjalan normal.
"Kami sebagai dewan pengawas harus menyatakan bahwa sesungguhnya isu yang semacam itu (RS Jogja terancam bangkrut) sangat berlebihan. Artinya kalau ada isu bahwa rumah sakit akan bangkrut itu jauh dari kenyataan," katanya di RS Jogja, Kamis (1/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syukri mengatakan, pihaknya telah menjalin komunikasi dengan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi untuk membahas masalah klaim BPJS Kesehatan yang belum dibayar. Pemkot meresponnya dengan baik.
"Oleh karena itu sudah ada pernyataan dari pimpinan daerah yang menyatakan dalam kondisi apapun juga, maka pemerintah daerah itu atas dukungan DPRD akan selalu mensupport dana, menutup persoalan yang terkait dengan BPJS ini," katanya.
"Sekali lagi insyaallah sudah ada komitmen moral antara pimpinan daerah dengan DPRD. Sangat tidak mungkin kebijakan pemerintah daerah itu mengabaikan persoalan kesehatan yang menjadi hajat orang banyak bagi pemerintah daerah ini," sambungnya.
Dalam kasus keterlambatan pembayaran klaim BPJS Kesehatan ke RS Jogja, menurut Syukri pemerintah pusat yang semestinya bertanggungjawab. Berkaca dari kasus ini ia menuding pemerintah pusat abai dalam melaksanakan kewajibannya.
"Persoalan kesehatan ini sangat penting. Tetapi ternyata pemerintah pusat abai dalam rangka menangani persoalan kesehatan itu sendiri," tutur Mantan Wakil Wali Kota Yogyakarta periode 2001-2006 tersebut.
Untuk itu Syukri berharap pemerintah pusat melalui BPJS Kesehatan segera membayarkan klaim yang belum dilunasi. Ia khawatir jika tidak ada ittikad baik dari pemerintah pusat, maka akan mengganggu layanan kesehatan di masyarakat.
"Saya khawatir kalau sampai kebijakan pemerintah itu tertunda (dalam membayarkan klaim) untuk melaksanakan kewajiban moral dan material, ini juga akan mengganggu pelayanan (kesehatan) kepada masyarakat di seluruh Indonesia," tutupnya.
Sebelumnya, Direktur Rumah Sakit (RS) Jogja, dr Ariyudi Yunita, menyebut pihak BPJS Kesehatan belum melunasi klim sebesar Rp 16 miliar ke RS Jogja. Namun ia memastikan keterlambatan tersebut tidak mengganggu pelayanan kesehatan RS.
"Kami tidak terganggu pelayanannya, seperti biasa pelayanannya. Karena apa? Kami itu sudah disuntikan dana oleh Pemkot, APBD (perubahan) Pemkot yaitu sebesar Rp 11,7 miliar," kata Ariyudi.
Kepala Bagian Keuangan, Analisa Data dan Pelaporan RS Jogja, Marvi Yunita menambahkan kini dana talangan dari APBD Perubahan Kota Yogyakarta 2019 sebesar Rp 11,7 miliar tinggal menunggu persetujuan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Jika disetujui, lanjut Marvi, maka dana talangan tersebut tinggal menunggu penetapan di DPRD Kota Yogyakarta. Setelah ditetapkan, dana talangan tersebut bisa langsung digunakan untuk menutup operasional RS.
"Itu (dana talangan dari APBD Perubahan Kota Yogyakarta 2019) kita alokasikan untuk beberapa belanja yang memang dominan seperti obat-obatan, seperti pembayaran gaji pegawai dan operasional yang lain," tuturnya.
Selain dana talangan, pihak RS juga mendapatkan pemasukan dari pasien umum yang berobat. Kemudian pihak RS Jogja juga terbantu dengan adanya dana sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun 2018 sebesar Rp 15,4 miliar.
Dengan berbagai dana yang tersedia, Marvi memastikan tidak ada layanan kesehatan di RS Jogja yang terganggu. Sejauh ini, katanya, juga tidak ada keterlambatan pembayaran gaji pegawai di lingkungan RS Jogja. "(Gaji pegawai) aman," tegasnya. (ush/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini