Kepala BPBD Boyolali, Bambang Sinungharjo, mengaku sudah menggelar rakor dengan instansi terkait dan stakeholder untuuk penanganan kekeringan di Boyolali. Wilayah-wilayah itu sudah langganan terjadi kekurangan air bersih di setiap musim kemarau.
"Peta kekeringan pada prinsipnya sama dengan tahun kemarin. Hanya saat ini tambah dua kecamatan karena ada pemekaran wilayah," kata Bambang Sinungharjo kepada wartawan, Jumat (28/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan detikcom, di Kecamatan Musuk dan Tamansari, sudah sekitar satu bulan terakhir harus membeli untuk mencukupi kebutuhan air bersih setiap hari. Warga membeli air dari truk-truk tangki swasta. Harganya mulai dari Rp 100 ribu hingga mencapai Rp 250 ribu/tangki dengan kapasitas 6.000 liter. Harga bervariasi, tergantung jauh dekatnya lokasi.
"Sampai di Dukuh Jelok (Desa Cluntang, Kecamatan Musuk) harganya Rp 250 ribu," kata Heri, sopir truk tangki ditemui saat mengisi air di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, kepada detikcom.
Pemkab Boyolali, kata Bambang Sinungharjo, juga menyediakan anggaran untuk penanganan krisis air di BPBD maupun di Bagian Kesra Setda Boyolali. "Di BPBD kita siapkan 338 tangki dan di bagian Kesra sekitar 300 tangki. Itu total sudah 600-an tangki," jelasnya.
Kemudian juga ada bantuan dari pihak ketiga, swasta maupun badan usaha yang biasanya memberikan sumbangan air bersih kepada masyarakat. Jika ditotal semuanya nanti sekitar 900 hingga 1.000 tangki.
Dari hasil Rakor tersebut, kata Bambang, untuk SK tanggap darurat kekeringan musim kering atau kekurangan air bersih itu dilaksanakan tanggal 1 Juli sampai 30 September 2019. Dalam masa tanggap darurat kekeringan yang dilakukan Pemkab yaitu melakukan droping air bersih.
Masyarakat bisa mengajukan bantuan air bersih melalui pemerintah desa, dan diajukan ke camat yang selanjutnya disampaikan ke Pemkab Boyolali.
Simak Juga 'Cilegon Dilanda Kekeringan, Warga Tempuh 2 Km untuk Ambil Air':
(mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini