Salah satu warung tersebut ialah warung makan yang berada di kawasan, Laweyan. Tim gabungan Dinas Perdagangan, Satpol PP Surakarta dan Pertamina menemukan 22 tabung elpiji 3 kg di dapur mereka.
Pemiliknya, Joko Susanto, mengatakan dalam sehari menghabiskan sekitar 10 hingga 15 tabung elpiji 3 kg. Dia mengaku tidak mengetahui adanya aturan tentang penggunaan elpiji bersubsidi untuk kegiatan usaha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Joko kemudian diberi pemahaman agar tidak menggunakan elpiji bersubsidi. Dia pun mau menukarkan tabung elpiji bersubsidi mereka dengan tabung berukuran 5,5 kg.
Sidak juga dilakukan di lima titik lainnya di kawasan Kota Solo. Puluhan tabung elpiji bersubsidi langsung ditukar dengan elpiji nonsubsidi dengan kapasitas sepadan.
Sales Executive LPG Pertamina MOR IV wilayah Soloraya, Adeka Sangtraga, mengatakan telah memantau aktivitas tidak normal ini sejak beberapa waktu lalu. Menurutnya ada lebih dari 300 tabung yang dihabiskan oleh warung-warung makan kelas menengah ke atas per minggunya.
"Ini merupakan salah satu penyebab terjadinya kelangkaan elpiji. Sebab kami mendistribusikan elpiji bersubsidi ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan. Kalau semua taat aturan, saya yakin tidak mungkin langka," ujar Adeka.
Dia juga kembali menegaskan agar pangkalan elpiji juga mengikuti aturan dalam mendistribusikan elpiji bersubsidi. Bukan justru menjualnya secara bebas.
Adeka mengatakan distribusi elpiji bersubsidi merupakan tugas khusus dari negara melalui Pertamina. Maka pihaknya ingin distribusi elpiji ini tepat sasaran.
"Pangkalan tidak boleh menjual elpiji ke warung-warung makan menengah ke atas. Jika ketahuan, sanksinya mulai dari teguran sampai penutupan pangkalan," pungkasnya.
(bai/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini