"Dalam kesempatan yang baik ini, kita yang hadir disini, saya akan fokus dua hal yang ingin saya sampaikan, yaitu masalah ekomoni dan masalah sosial politik," kata Tommy Suharto dalam sambutannya usai pengukuhunnya sebagai Ketua Dewan Pembina Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara di Asrama Haji Donohudan, Boyolali Jumat (1/3/2019).
Masalah ekonomi, kata Tommy, selama 19 tahun reformasi, namun nyatanya masyarakat terutama di pedesaan tidak merasakan hasil-hasil pembangunan secara riil. Bahkan hutang negara sudah lebih dari Rp 5.000 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tommy, hutang itu menjadi beban dan menjadi beban bagi anak cucu kita. Pihaknya menyatakan tidak anti hutang yang antara lain digunakan untuk membangun. Namun hendaknya pinjaman tersebut disesuaikan dengan kemampuan untuk mengembalikannya.
"Ini memang selalu dibanggakan untuk infrastruktur dan sebagainya, tapi semua itu dana pinjaman yang tidak tahu kapan harus dikembalikan. Artinya itu adalah menjadi beban anak cucu kita nantinya. Untuk menanggung beban utang tersebut, sehingga kita juga akan merasakan beratnya hutang itu untuk membangun negara ke depannya. Karenanya kita harus merubah daripada kedaan ini untuk lebih baik," katanya.
"Kita bukannya anti hutang, kita tetap wajib dan memang harus melakukan pembangunan dengan antara lain berhutang. Tapi kita harus mengukur kemampuan kita untuk mengembalikan dan proyek atau bidang-bidang apa saja yang harus kita tangani. Karenanya, Partai Berkarya disini akan berupaya, bersinergi dengan Parade Nusantara, khususnya para perangkat desa yang tergabung di Parade Nusantara ini untuk bersama-sama memperbaiki bangsa dan negara ini," imbuh dia.
Tommy menyebutkan memiliki program yang diberi nama ekonomi kerakyatan. Program tersebut diyakini akan mempu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Kita punya program yang namanya ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ini tidak lain. Sebenarnya telah dikembangkan rakyat Indonesia khususnya petani, peternak, nelayan, buruh tani dan sebagainya yang kurang mendapatkan perhatian secara seksama oleh pemerintahan selama reformasi ini," bebernya.
"Kita dulu mengenal namanya klompencapir, pos yandu, PKK, namun selama ini semuanya hilang. Padahal itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat di pedesaan, kita butuh penyuluh-penyuluh pertanian, peternakan, perikanan dan sebagainya. Namun semua ini hilang dan disinilah akhirnya masyarakat di pedesaan tidak bisa memaksimalkan hasil budidayanya. Misalnya, tanaman padi, harusnya menjadi perhatian yang utama, tapi nyatanya kita masih impor, kita tidak bisa mempertahankan swasembada beras. Kita melihat penyuluh-penyuluh pertanian tidak ada di daerah di pedesaan," tandasnya.
Tommy juga berbicara tentang Dana Desa yang mencapai Rp 70 triliun. Dana itu bukan dana yang kecil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan.
"Namun demikian disayangkan bahwa dana tersebut, selama ini diarahkan hanya untuk infrastruktur."
"Karena kita harus meningkatkan ekonomi rakyat itu dengan ekonomi pedesaan, ekonomi yang ramah lingkungan atau yang berbasis pada apa yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat. Dan disinilah program-program ekonomi kerakyatan akan bisa dijalankan," terang Tommy.
Untuk mencapai hal tersebut, lanjut dia, tidak terlepas dari sosial politik. Untuk mewujudkan dan melaksanakan program-program itu harus pula didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah pusat hingga daerah.
"Kebijakan itu harus kita dapatkan, caranya dengan menempatkan kader Partai Berkarya di DPRD Kabupaten, Provinsi dan sebanyak mungkin di DPR-RI, karena dengan itu kita bisa mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah," tegasnya.
(bgk/bgs)