Aliansi NGO Desak Pemerintah Serius Sikapi Intoleransi di Yogya

Aliansi NGO Desak Pemerintah Serius Sikapi Intoleransi di Yogya

Ristu Hanafi - detikNews
Kamis, 20 Des 2018 19:23 WIB
Aliansi NGO desak penannganan kasus intoleransi di Yogya. (Foto: Ristu Hanafi/detikcom)
Sleman - Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) DIY angkat bicara merespon peristiwa pemotongan nisan salib saat prosesi pemakaman warga Katolik di Makam Jambon Yogyakarta, Senin (17/12) lalu.

Elemen masyarakat sipil tersebut terdiri dari Setara Institute, LBH Yogyakarta, Dian Intervidei dan Aman Indonesia.

"Kita berupaya untuk mendorong kasus yang terjadi ini tidak terulang kembali. Bagaimana peran kita semua, negara, masyarakat sipil dan tokoh agama dalam menyikapi kondisi dan situasi ini," kata koordinator ANBTI, Agnes Dwi Rusjiyati saat jumpa pers di Hotel Cakra Kusuma, Sleman, Kamis (20/12/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agnes menyebut berdasarkan penilaian Setara Institute, kondisi Yogyakarta saat ini memang tergolong bukan sebagai wilayah dengan angka yang tinggi dalam hal kasus intoleransi, namun juga tidak begitu membaik.

"Masih di tengah dan perlu dorongan dari semua pihak karena kami mendata ada 10 kasus di tahun 2018, jangan sampai kasus ini semakin meningkat karena akan berpengaruh terhadap penilaian kota toleransi yang dilakukan oleh Setara Institute, kita berharap ada upaya dilakukan untuk memperbaiki situasi ini," ujarnya.


Direktur Riset Setara Institute, Halil, berharap agar pemerintah memberikan perhatian lebih menyusul peristiwa di Makam Jambon.

"Paling penting dilakukan yang utama pemerintah harus memberi konsen yang lebih terhadap isu ini, ini bukan kasus pertama, dulu pernah dalam aneka level, tidak ada penyelesaian komprehensif terhadap peristiwa itu," ujarnya.

Tak hanya pemerintah, Halili juga menilai peran tokoh agama dan masyarakat sangat dibutuhkan.

"Yogya tahun ini memang keluar dari bottom 10 (penilaian kota toleran, 94 kota yang dinilai), tapi peringkat masih di kluster oranye, bukan yang terburuk tapi belum baik. Kita berharap tindakan pemerintah yang mengedepankan kesetaraan, kepentingan semua warga dan tindakan menunjukkan Pancasila sebagai ideologi," sambungnya.


Sementara itu, Direktur LBH Yogyakarta, Yogi Zul Fadhli menyinggung regulasi PP Nomor 9/1987 tentang penyediaan penggunaan tanah untuk keperluan pemakaman, dan Perda Kota Yogya Nomor 7/1996 tentang pemakaman.

"Secara normatif, negara melalui berbagai instrumennya memberi jaminan kebebasan beragama dan keyakinan bagi warga negaranya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Yogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, menyampaikan permohonan maaf atas insiden pemotongan nisan salib yang terjadi di Makam Jambon Yogya, Senin (17/12) lalu. Begini pernyataan Sultan.


"Kepada Bu Slamet (istri almarhum) saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dari peristiwa yang ada ini. Biarpun tadi didengar tidak kesengajaan, tapi saya wajib sebagai pembina wilayah menyatakan permohonan maaf," ujar Sultan.

Sultan juga mempertanyakan status provinsi DIY yang belum lama mendapatkan predikat dengan tingkat demokratisasi tinggi, akan tetapi kenyataannya masih terjadi tindak intoleransi di tengah-tengah masyarakatnya.

"Apa artinya demokratisasi di Yogyakarta ini paling tinggi, kalau akhirnya juga terjadi intoleransi yang akhirnya menimbulkan masalah, dampak yang merugikan bagi kebersamaan kita sebagai warga masyarakat Yogyakarta." (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads