Banyak jenis kegiatan revitalisasi tersebut yang justru merubah dari bentuk keaslian rumah. Padahal, pihak keluarga mengira proses revitalisasi hanya akan memperbaiki bangunan yang telah rusak, bukan justru merubahnya.
Soesilo Toer, adik kandung Pramudya Ananta Toer, yang tinggal di rumah tersebut menyayangkan istilah revitalisasi yang justru berbeda pada proses pengerjaan di lapangannya. Dengan banyak perubahan yang terjadi, nilai histori justru akan hilang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Soesilo mengakui, berkali-kali menyampaikan komplain atas ketidaksesuaian jenis pembangunan tersebut. Namun, justru yang didapatnya perlakuan tidak mengenakkan dari kontraktor ataupun penanggung jawab proyek revitalisasi itu.
"Dulu awal penanggung jawab proyek baik, kalau sama saya sapa. Tapi setelah ada keluhan yang kami sampaikan, sekarang ya menegur sapa saja tidak. Ya saya tidak apalah, yang tadinya tidak kenal, sekarang tidak mau kenal," kata Soesilo.
Baca juga: Putih-Hitam Pram di Mata Sang Adik |
Anak dari Soesilo Toer, Benne, juga menjelaskan sejumlah pengerjaan yang menurutnya tidak sesuai. Di antaranya bentuk jendela yang semula ada penutupnya kini dihilangkan. Jumlah jendela yang bertambah, pintu antarkamar yang kini dihilangkan, dan space ruangan yang kian sempit karena banyak ditambah sekat untuk ruangan baru.
"Banyak yang berubah, misal jendela luar semula ada kupingnya sekarang hilang. Pintu depan tadinya ada penutup seperti kanopi sekarang hilang. Antarkamar, semula ada penghubung berupa pintu sekarang dihilangkan. Banyak detail yang berubah," kata Benne.
![]() |
Ia menyayangkan pihak perencana yang minim komunikasi dengan pihak keluarga sejak awal dimulainya proses revitalisasi. Sedangkan kini, menurutnya ketika ada yang tidak sesuai, terjadi saling lempar antara pihak perencana dengan penanggung jawab proyek.
Baca juga: Sejarah Panjang Pelarangan Buku di Indonesia |
"Dulu perencana kami kirim usulan, tapi kemudian bilang kalau draft sudah jadi sehingga usulan kami tidak bisa digunakan saat itu, diarahkan usulan langsung disampaikan ketika pelaksanaan. Namun, justru pas kita usul ke perencana dilempar ke kontraktor ataupun pengawas di lapangan. Sedangkan mereka kan juga gak berani merubah gambar, mereka kan hanya pelaksana," terangnya.
Berdasarkan papan kontrak yang terpasang, proyek revitalisasi rumah sastrawan Pramoedya Ananta Toer mendapatkan anggaran senilai Rp 878 juta dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Dikerjakan selama 75 hari kerja terhitung sejak awal dimulainya pada tanggal 1 November 2018. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini