Dengan mengenakan kemeja lengan panjang berwarna merah, Tjahjo duduk di barisan depan untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit yang digelar di Ndalem Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta, Sabtu (1/12/201).
Tjahjo mengatakan, bahwa pagelaran wayang kulit selalu identik dengan Pandawa dan Kurawa. Di mana Pandawa adalah kelompok baik dan Kurawa kelompok batil, kedua kelompok tersebut kerap berseteru karena ulah dari salah satu tokoh pewayangan yang bernama Sengkuni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, lakon wayang kulit kali ini relevan dengan situasi saat ini. Mengingat jelang Pemilu 2019 saat ini banyak pihak yang membuat isu-isu tertentu dengan niatan menjatuhkan lawan politiknya.
"Di perpolitikan juga ada Sengkuninya, di Pemerintahan juga dan di Ormas (Organisasi Masyarakat) ada juga," ucapnya.
"Kalau dulu mungkin (Sengkuni beraksi) dengan omongan sekarang (Sengkuni menyebarkan fitnah dan mengumbar kebencian dengan) main medsos," imbuhnya.
Pagelaran wayang kulit tersebut, kata Tjahjo bisa menjadi pengingat bahwa sosok Sengkuni telah muncul sejak dahulu kala.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPP Rasa Sejatining Inti Kamanungsan (Rajatikam), Elma Novita mengatakan, bahwa pagelaran wayang kulit tersebut sesuai dengan pembahasan Rakor yakni penyelarasan budaya dan agama.
"Kebetulan tadi lebih ke penyelarasan budaya dan agama jadi membuat pagelaran wayang kulit sebagai pertunjukkan keseniannya. Karena setiap tahun kita gelar acara kesenian," katanya.
Disinggung mengenai lakon yang diusung dalam pagelaran wayang kulit tersebut, Elma menyebut lakon tersebut permintaan khusus dari Tjahjo. Mengingat organisasinya bukanlah organisasi berbasis Partai Politik.
"Organisasi kita non Parpol dan tidak bepihak ke Parpol A dan A, tapi (Rajatikam) adalah organisasi binaan langsung dari Mendagri," ujarnya.
"Yang jelas kalau dari kami sendiri (Menggelar pagelaran wayang kulit) tujuannya lebih ke melestarikan kebudayaan," pungkasnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini