Batu bata tersebut ditemukan terpendam di kedalaman 50 sentimeter di sawah milik Riskam. Saat itu pemilik sawah dan sejumlah petani menemukan batu bata tersebut ketika tengah menggali sawah.
Ukuran batu bata besar tersebut memiliki panjang 35 centimeter dengan lebar 25 centimeter dan tebal 10 centimeter. Berbeda dengan batu bata yang ada saat ini yang hanya memiliki panjang 18 centimeter dengan lebar 10 centimeter dan memiliki ketebalan 5 centimeter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut dia, mendapatkan batu bata yang berbeda dari biasanya tersebut, pihaknya langsung melaporkan penemuan ini kepada dinas terkait untuk dilakukan pengecekan. Bahkan di Kecamatan Adipala, juga terdapat batu bata yang memiliki ciri yang sama. Namun telah memiliki motif dengan garis.
"Di Kecamatan Adipala katanya juga ada, bentuknya sama. Kalau disini tidak ada cirinya atau motifnya, tapi disana ada garis motif-motif, dan menurut mereka ini batanya lebih tua, karena tidak ada motifnya," ujarnya.
Dia mengatakan jika Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah sudah datang dan mengambil sampel batu bata besar tersebut dan tanah di sekitar lokasi penemuan. Saat ini pihaknya tengah menunggu kepastian terkait bata merah besar tersebut dibuat pada tahun berapa.
"Balai Purbakala sudah bawa sampel batanya dan tanahnya untuk di bawa dan diteliti. Yang jelas bata ini katanya keluaran lama banget, kalau infonya lebih lama lagi. Tapi kita tetap menunggu hasilnya," ujarnya.
Saat ini untuk tetap menjaga bongkahan-bongkahan batu bata besar ditengah sawah tersebut, oleh warga lokasi penemuan dipasangi garis berukuran 4x3 centimeter. Dirinya menduga jika bongkahan batu bata besar tersebut dahulnya merupakan sebuah bangunan.
"Itu luasnya sekitar 4x3 centimeter, jadi semacam bentuk bangunan kayak pondasi tapi rata, entah bekas makam atau gudang," ungkapnya.
Sementara Sunardi Khuntang, Ketua Lembaga Adat Tradisi Anak Putu Desa Kalikudi mengatakan jika dilihat dari sejarahnya, dahulu pada abad ke 17 terdapat Mbah Dita Kerta dari kerajaan Mataram yang trukah atau babat alas membangun desa di wilayah Cilacap, khususnya di Desa Kalikudi sekitar tahun 1771.
Kemudian, lanjut dia, pada tahun 1789 mulai dibentuk tatanan pemerintahan berupa lurah pertama di Desa Kalikudi.
"Kalau dilihat sejarah, Mbah Dita Kerta, yang trukah di Desa Kalikudi dari abad 18, lengser dari karaton dan disini sekitar abad 18-an mulai trukah sekitar 1771. Disini digelar tatanan adat bikin mukon dan sebagainya bikin ritual. Di sini dulu berupa hutan hutan, setiap hari Mbah Dita Kerta trukah kesini dari Kademangan Adiraja," ucapnya.
Sementara terkait batu bata besar tersebut, dirinya enggan berandai-andai, meskipun jika melihat cerita sejarah dari nenek moyang, selain trukah Mbah Dita Kerta, terdapat juga Ratu Sima setelah abad ke 5 di wilayah Cilacap, ada pula ajaran Bonokeling hingga santri lanang yang sejarahnya terkait dengan Sunan Kalijaga.
"Kita menunggu jawaban dari Balai Purbakala. Kalau sudah ketahuan, nanti sejarah itu akan kita ketahui," jelasnya. (arb/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini