Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan saat ini masih dalam diskusi dengan asistensi mantan penasehat UNESCO Richard Engelhardt terkait dengan persyaratan untuk bisa lolos dan apa yang harus dilakukan untuk masuk dalam daftar warisan budaya dunia. Karena hal ini dasarnya adalah sumbu filosofi maka berkaitan dengan bagaimana sikap masyarakat.
Adapun kondisi di Malioboro itu berbeda dengan Kotagede, karena Malioboro kearah simbol filosofinya. Sedangkan di Kotagede adalah mempertahankan bangunan fisiknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena di sumbu filosofi di Malioboro ini lebih ke filosofinya maka tetap ada yang bisa tumbuh namun bagaimana cara mendesain. Hal itu berbeda misalnya dengan bangunan heritage yang tidak boleh dirobohkan. Yang penting manajemen pembiayayaan pada sumbu filosofi ini harus diantisipasi 10 tahun ke depan.
"Karena setiap 10 tahun akan dinilai, masih bisa tetap dipertahankan atau dicabut," katanya.
Ia berharap sumbu filosofi di Yogyakarta nantinya bisa masuk dalam daftar warisan budaya dunia. Keuntungan apabila masuk daftar warisan budaya diantaranya adalah model-model investasi harus disesuaikan. Investasi bisa disektor pariwisata karena investasi tidak hanya membangun bangunan.
Sumbu filosofis Yogyakarta yang membentang dari Tugu Pal Putih, Keraton Yogyakarta dan Panggung Krapyak ini masuk dalam tentative list UNESCO pada 2017 lalu atau sebagai calon warisan budaya dunia. Pemda DIY telah membentuk tim untuk mewujudkan sumbu filosofi masuk status warisan budaya dunia.
Tonton juga video: 'Bekas Bioskop Zaman Belanda di Yogya Dirobohkan'
(bgs/bgs)