Mereka diberikan penjelasan berbagai hal mengenai SKTM serta konsekuensi bila melakukan kecurangan data. Mereka pun akhirnya menyadari dan mencabutnya.
Seperti di SMA Negeri 1 Boyolali, pihak sekolah sudah mengumpulkan seluruh orang tua. Tujuannya agar dikemudian hari tidak ada masalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertemuan itu, Agung menjelaskan, pihaknya menyampaikan tiga kategori.
"Ada SKTM tapi nilainya tinggi. Nah itu saya kuatkan, saya motivasi, jangan kuatir disinilah tempat anda. Kita fasilitasi, kita dorong," paparnya.
Kedua, SKTM tapi nilainya rendah. Hal ini pihaknya mengingatkan kepada para orang tua dan siswa.
"Nah kami juga perlu mengingatkan, karena itu menyangkut kultur individu. Kira-kira bisa ndak anak-anak itu nantinya membaur, bergaul mengikuti dengan teman-teman yang tingkat kecepatannya tinggi," katanya.
Pasalnya, kata dia, pernah terjadi kasus karena tidak bisa mengikuti irama belajar teman-temannya di SMA N 1 Boyolali, akhirnya siswa tersebut kemudian minder dan menyendiri. Kemudian pas pelajaran dengan berbagai alasan tidak ikut.
"Kita tidak ingin itu. Termasuk mungkin lebih pada budaya personalnya, kalau disini yang sudah terbangun kan budaya kerja, budaya belajar, nggaya saja tidak ada kesempatan. Ketika menyesuaikan itu tidak bisa kan menjadi permasalahan. Sehingga pada akhirnya monggo untuk dipertimbangan, saya tidak mengintimidasi, tidak nakut-nakuti, saya hanya menyampaikan ada kemungkinan pengalaman seperti itu. Tapi monggo silahkan," jabarnya.
Ketiga lanjut Agung, kemungkinan penggunaan SKTM abal-abal. Pihaknya mengingatkan, jika nanti dikemudian hari ditemukan kondisi yang tidak benar, maka meski siswa tersebut sudah diterima, maka otomatis akan dicoret. Sehingga akan merugikan siswa tersebut.
"Ternyata dampaknya ada, tadi pagi ada yang dengan sadar demi kepentingan anak-anak akhirnya mencabut. Ada dua karena nilainya rendah, kemudian mundur dan pindah ke sekolah lain. Kemudian ada 2 itu yang nilainya tinggi sebenarnya, tapi mencabut SKTM (yang disertakan dalam pendaftaran). Mungkin merasa SKTM-nya abal-abal. Karena sesungguhnya tidak pakai SKTM saja masuk, karena nilainya tinggi. Mungkin tidak percaya diri dan mengantisipasi jika tidak bisa masuk," tambahnya.
Menurut dia, ada sekitar 30 pendaftar di SMAN 1 Boyolali yang menyertakan SKTM. Nilainya pun rata-rata tinggi, sehingga tidak masalah.
Pihaknya terus melakukan verifikasi SKTM hingga ke rumah-rumahnya. Hal itu untuk memastikan siswa tersebut berasal dari keluarga tidak mampu atau tidak.
Menurutnya ada sejumlah orang tua wali murid yang mendaftar di SMA Negeri 1 Boyolali, mencabut SKTM yang semua dilampirkannya. Mereka tak ingin terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada anaknya dikemudian hari.
"Yang mencabut (SKTM) mungkin 4 ada ya. Kalau yang dicoret (karena SKTM tidak sesuai kondisi ekonomi aslinya) belum. Itu besok kalau kita temukan, kan ini masih proses (verifikasi) terus," ungkap Agung.
Ia menjelaskan dalam pelaksanaan PPDB online kali ini ada sejumlah masalah yang muncul kaitannya dengan komplain masyarakat. Pertama, mengenai zona 2. Calon siswa dari zona 2 yang nilainya tinggi justru kalah dari siswa dari luar zona atau zona 3 yang nilainya lebih rendah dan lebih jauh rumahnya dengan sekolahan tersebut. Sehingga siswa dari zona 2 harus keluar dan cari sekolah diluar zona.
"Misalnya, dari (kecamatan Simo), nilainya berapapun kan tidak bisa masuk disini, karena diluar zona. Sementara yang mungkin dari luar Jawa, mungkin nilainya rendah pun bisa masuk, karena ada kuota 10 persen," kata Agung.
Kedua, lanjutnya, berkait dengan kuota siswa pemegang SKTM. Masyarakat komplain karena nilai tinggi susah masuk jurusan IPA, sehingga harus masuk IPS. Sedangkan yang memiliki SKTM nilainya berapapun bisa masuk di IPA.
"Itu komplain masyarakat. Ya kami jawabnya semua sistemnya kan dari Provinsi Jawa Tengah, sekolah tidak berperan apa-apa kecuali memverifikasi data. Karena semua yang mengatur sistem," jelasnya.
(bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini