"Tahun ini awal puasanya hari Kamis besok. Sama seperti nasional (pemerintah) itu sudah sesuai (hitungan aboge), sama persis. Kamis Pahing besok. Nanti sore kita sudah mulai Salat Tarawih berjamaah."
Hal tersebut disampaikan Subagyo, salah satu juri kunci Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas, Rabu (16/5/2018). Daerah tersebut merupakan kawasan komunitas Jawa Aboge.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengikut Aboge selalu menggunakan penanggalan Jawa untuk menentukan pergantian tahun, awal puasa maupun lebaran. "Biasanya (perhitungan Aboge) selisih satu hari dengan nasional. Tapi sekarang (tahun 2018) sama (perhitungan) puasanya," ujarnya.
Bagi pengikut Aboge, perhitungan awal puasa dan syawal dapat ditentukan sejak awal tahun atau tanggal 1 Muaharam/Sura.
"Awal bulan Sura jatuh pada hari Sabtu Manis. Penentuan bulan puasa berpatokan pada hitungan Sanemro (Puasa enam loro), yaitu hari keenam setelah Sabtu dan loro adalah pasaran Jawa kedua setelah Manis yakni, Pahing," jelasnya.
Meskipun demikian, penentuan saat lebaran dan shalat Idul Fitri belum tentu sama dengan nasional. Pasalnya puasa pengikut Aboge selalu dilaksanakan selama 30 hari penuh.
"Lebarannya ya belum tentu (sama). Kalau di sini lebarannya Sabtu Pahing, setelah puasa 30 hari," ucapnya.
Kalangan Aboge menyebut perhitungan turun-temurun mereka itu sudah dipakai sejak abad ke-14. Penanggalan tersebut disebarluaskan oleh seorang ulama bernama Raden Rasid Sayid Kuning yang berasal dari Kerajaan Pajang. (mbr/mbr)