Mengenang Kiai Mahfud Ridwan yang Dikenal Ngayomi Semua Orang

Mengenang Kiai Mahfud Ridwan yang Dikenal Ngayomi Semua Orang

Eko Susanto - detikNews
Kamis, 03 Mei 2018 22:20 WIB
Foto: Eko Susanto/detikcom
Semarang - Almarhum Kiai Mahfud Ridwan dikenal selalu mengayomi kepada semua orang. Bahkan saat terjadi konflik di Kedungombo, dia hadir di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut terungkap dalam diskusi pre launching buku biografi KH Mahfud Ridwan di Aula Kompleks Pondok Pesantren (Ponpes) Edi Mancoro, Gedangan, Tuntang, Kabupaten Semarang.

Pre launching buku biografi KH Mahfud Ridwan ini merupakan dalam rangkaian haul ke-1 KH Mahfud Ridwan. Adapun penulis buku biografi ini yakni Ahmad Faidi, seorang dosen di IAIN Salatiga. Buku ini berjudul KH Mahfud Ridwan: Sang Kyai Pengemong.

"Kami saat mendapatkan tawaran dari Gus Hanif (Muhammad Hanif, pengasuh Ponpes Edi Mancoro) sempat ragu. Karena kami sebelumnya belum mengenal dengan KH Mahfud Ridwan, apalagi menjadi santri," katanya dalam acara yang dikemas Temu Alumni, Haul ke-1 KH Mahfud Ridwan LC, Pre Launching Buku Biografi KH Mahfud Ridwan LC di Kompleks Ponpes Edi Mancoro, Gedangan, Tuntang, Kabupaten Semarang, Kamis (3/5/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan menulis biografi tersebut, katanya, merasa menjadi santri dari KH Mahfud Ridwan. Dengan menulis buku tersebut, ia bisa mengetahui sosok KH Mahfud Ridwan. Kemudian demi kelengkapan data, penulis memerlukan masukan dari berbagai pihak termasuk alumni Ponpes Edi Mancoro yang bertatap muka langsung dengan almarhum KH Mahfud Ridwan.

Dalam pre launching yang dilangsungkan sore tadi, hadir sejumlah alumni Ponpes Edi Mancoro, juga perwakilan warga dari Kedungombo. Selain penulis buku Ahmad Faidi, hadir pula memberikan masukan yakni putra dan putri almarhum KH Mahfud Ridwan yakni Muna Erawati, Muhammad Sauqi Prayogo serta Muhammad Hanif.

"Bapak ini setelah selesai belajar di Baghdad tetap kembali ke Gedangan. Tidak memiliki hasrat untuk mencari pekerjaan di Jakarta, tapi memilih kembali ke rumah," ujar Muna.

Muna menceritakan, saat mendaftar menjadi pengawai Depag (sekarang Kemenag) KH Mahfud Ridwan, ijazah LC tidak dipakai karena adanya persyaratan yang kurang. Untuk itu, kemudian menggunakan ijazah SMA.

"Bapak waktu mendaftar di Depag yang membujuk ibu," tuturnya.

Sementara itu, Muhammad Hanif yang biasa disapa Gus Hanif menambahkan, buku biografi ini baru selesai dibuat hingga 175 halaman. Untuk itu, buku ini semestinya sampai 300 halaman.

"Untuk itu, demi kesempurnaan buku ini membutuhkan masukan dari berbagai pihak termasuk para alumni Ponpes Edi Mancoro," ujarnya menyebut rangkaian haul antara lain kejuaraan futsal antar pesantren Jateng-DIY maupun kegiatan lainnya.

Salah satu warga Kedungombo, Kang Mardi mengatakan, saat ada masalah di Kedungombo, sosok KH Mahfud Ridwan menemui warga.

"Beliau itu dulu yang minta kepada warga Kedungombo kalau mau sekolah atau nyantri agar datang ke Ponpes Edi Mancoro. Kami saat itu pun datang ke sini menjadi santri, sekalian ikut membangun aula ini," tutur Kang Mardi. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads