"Saya kira ide tentang adanya duet capres-cawapres yang mencerminkan kemajemukan sedapat mungkin itu lebih bagus. Apa ulama, cendekiawan, petani, nelayan tidak menjadi persoalan," kata Din kepada wartawan di kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Tamantirto, Kasihan, Bantul, Rabu (14/3/2018).
Selain berdasarkan profesi atau keahlian, kemajemukan yang dimaksud Din juga mencakup asas pertimbangan kedaerahan. Misalnya pasangan hasil perpaduan calon dari tokoh di Jawa dan tokoh luar Jawa.
"Seperti menyangkut space Jawa, luar Jawa, menyangkut latar belakang, ini itu dan lain sebagainya. Tentu (capres ideal adalah) yang bisa mengatasi masalah bangsa kedepan," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tantangannya semakin berat. Terutama pada era globalisasi dengan adanya pergeseran geo politik, geo ekonomi dan geo budaya global, yang menjadikan kawasan Asia Timur di mana kita berada ini sebagai kawasan pertumbuhan," ucapnya.
Din menjelaskan, perlu sebuah terobosan dan strategi untuk menghadapi berbagai tantangan ke depan. Dia berharap berbagai gagasan tokoh-tokoh bangsa yang masih relevan kembali digali untuk memecahkan persoalan bangsa.
"Seperti 'Tri Sakti' Bung Karno itu masih relevan. Berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya. Hanya saja hal ini belum bisa kita tetapkan," tutup Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban ini.
(bgs/bgs)











































