Kuasa hukum AN, Listyani menjelaskan gugatan sudah dilakukan hari Rabu (7/3) kemarin dan tercatat dengan nomor registrasi 31/G/2018/PTUN.Smg. Ia menambahkan keputusan pihak sekolah dinilai mengada-ada.
"Di dalam buku tata tetib peserta didik yang sah berlaku di lingkungan SMAN 1 Semarang milik AN masih bersih dan tidak tertulis pelanggaran apapun yang dilakukan AN," kata Listyani dalam keterangan persnya, Kamis (8/3/2018).
Padahal, lanjut Listyani, seharusnya setiap pelanggaran yang dilakukan siswa akan dicatat di buku itu kemudian ditandatangani siswa bersangkutan dan guru BK dengan disebut jenis pelanggarannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuasa hukum lainya, Denny Septiviant menambahkan, tindakan sekolah tersebut tanpa proses teguran lisan, tertulis, dan tanpa ada tindakan edukatif. Hal itu melanggar Pasal 10 ayat (1) dan pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
"Bahkan tindakan edukatif belum dilakukan, namun didahului dengan mengusir AN dari sekolah serta tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran di kelasnya. Tindakan ini menyebabkan AN kehilangan hak untuk memperoleh pendidikan dan pelajaran," jelas Denny.
Pihak kuasa hukum AN juga meminta agar PTUN dapat melakukan penundaan pelaksanaan keputusan kepala sekolah berupa surat pengembalian ke orangtua/wali nomor 422/104/II/2018 tanggal 14 Februari 2018 karena pada 19 Maret mendatang AN harus melaksanakan ujian.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah memberikan pilihan AN sekolah di SMAN 2 atau SMAN 11 Semarang, padahal pihak orangtua AN belum menandatangani surat yang disodorkan SMAN 1 Semarang. (alg/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini