Dianggap Lakukan Kekerasan, 2 Siswa SMAN 1 Semarang 'Dikeluarkan'

Dianggap Lakukan Kekerasan, 2 Siswa SMAN 1 Semarang 'Dikeluarkan'

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Senin, 26 Feb 2018 20:32 WIB
Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom
Semarang - SMA Negeri 1 Semarang mengembalikan 2 siswanya ke orangtua karena dianggap telah melakukan tindak kekerasan. Selain itu ada 7 siswa yang diskors dengan kasus yang sama. Dua siswa itu tetap ingin menyelesaikan studi di sekolah tersebut.

Langkah yang diambil oleh pihak sekolah favorit di Kota Semarang itu membuat bingung siswa yang disanksi dan orangtua mereka. Para siswa yang merupakan anggota OSIS itu dituduh melakukan kekerasan dalam kegiatan latihan dasar kepemimpinan.

Salah seorang siswa yang 'dikeluarkan' dari sekolah, AN nampak tertunduk lesu di salah satu ruangan di kantor Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jateng menunggu orangtuanya berjuang berdialog dengan pihak sekolah agar dirinya bisa tetap menimba ilmu di SMAN 1 Semarang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain AN ada juga MA yang terkena sanksi serupa. Namun MA tidak ikut datang ke kantor BP3AKB karena masih sakit. Ibu AN mengatakan dirinya ingat betul ketika mendapat panggilan dan datang ke sekolah tanggal 6 Februari 2018 lalu dan disodori berkas agar "mencabut" AN dari SMAN 1 Semarang.

"Saya kaget saat itu, saya pingsan dua kali," kata ibu AN kepada detikcom, Senin (26/2/2018) petang.

Tidak ada peringatan lisan atau tertulis soal tuduhan kekerasan yang dilakukan AN sebelum ada pemanggilan. Ibu tersebut bersama suaminya jelas tidak mau menerimanya.

Pihak sekolah bersikeras agar AN dan MA angkat kaki dari sekolah tersebut. Sekolah merasa keduanya melangar aturan dan bahkan ada bukti video. Hanya orangtua yang diperlihatkan video itu, sedangkan 2 siswa yang bersangkutan belum melihatnya.

"(AN) Menampar, bukan menampar juga ya, pelan-pelan," ujar sang ibu.

Menampar yang dimaksud yaitu ketika anggota OSIS junior melakukan kesalahan saat LDK dan diberi konsekuensi. Senior pun sebelumnya menanyakan kepada juniornya dahulu sebelum diberi sanksi.

"Kita sudah bertanya dulu, mereka paham ini pembentukan disiplin," timpal AN.

Anehnya, lanjut ibu AN, AN sempat disangkut pautkan dengan meninggalnya salah seorang siswa tanggal 7 Januari 2018 lalu. Siswa tersebut tewas saat berenang di GOR Jatidiri Semarang.

Alasannya, siswa yang meninggal itu sebelumnya mengikuti LDK pada hari-hari sebelumnya. Namun ketika kejadian, siswa tersebut berenang bersama satu temannya, baik AN maupun MA tidak ada di sana.

"Saya dikabarin, saya langsung ke rumah sakit Elizabeth, saya juga kaget. Tapi sepertinya sekolah tahu (tidak ada kaitannya), terus dihubungkan ke penamparan," ujar gadis berkerudung itu.

Sepekan kemudian ada 3 orangtua siswa datang ke sekolah dan melaporkan sesuatu hal kemungkinan terkait kegiatan LDK. Saat itu AN dan AMA tidak menyangka musibah bakal menimpa mereka.

Terkait video yang dijadikan pegangan pihak sekolah, AN mengetahui video itu diambil ketika ada razia ponsel di sekolahan. Menurutnya kegiatan LDK yang dijalani akhir Desember 2017 lalu sudah sesuai prosedur dan bahkan lebih ringan daripada ketika dirinya masih junior.

"Tanggal 30 Januari ada razia handphone. Dari situ katanya ditemukan video saya nampar, MA memukul," ujar AN.

Menurut AN ada yang janggal karena junior yang mendapat perlakuan dari AN dan MA mengaku mereka tidak apa-apa dan justru merasa lebih baik dengan didikan disiplin itu.

"Ya janggal," ujarnya.

Tidak hanya sanksi "dikeluarkan", ada 7 siswa lainnya yang kena sanksi skorsing. Mereka harus belajar di ruang bimbingan konseling. Namun para orangtua dari 7 siswa ini juga tidak setuju dengan perlakuan sekolah yang dianggap semena-mena.

"Yang lain tidak dikeluarkan karena katanya saya dan MA yang terlihat di video," kata AN.

Orangtua AN memang tidak menandatangani surat pencabutan yang disodorkan pihak sekolah. Namun orangtua MA yang dipanggil sehari berikutnya sempat menandatangani karena diberi pilihan menyelesaikan jalur sekolah atau proses hukum.

Sementara itu pihak SMAN 1 Semarang mengaku belum bisa memberikan pernyataan rinci terkait permasalahan tersebut. Meski demikian menurut pihak sekolah, 2 siswa itu tidak dikeluarkan karena orangtua yang bersangkutan bersedia.

"Mengundurkan diri istilahnya," kata Waka SMAN 1 Semarang bagian Humas, Masrochan saat dimintai konfirmasi.

Selain itu SMAN 1 Semarang juga memfasilitasi 2 siswa itu bersekolah ke SMAN 13 Semarang dan SMAN 11 Semarang. Masrochan menegaskan sudah ada rekomendasi terkait hal itu.

"Anak ini difasilitasi bahkan ke sekolah negeri. Satunya SMAN 13 dan SMAN 11, sudah ada rekomendasi," lanjutnya.

Pihak sekolah berjanji akan memberikan klarifikasi lengkap dalam waktu dekat. Namun Masrochan menegaskan klarifikasi tidak bisa diberikan hari ini karena kepala sekolah masih dipanggil beberapa pihak terkait hal tersebut.

Tetap Ingin Bersekolah di SMAN 1 Semarang

Bisa bersekolah di SMAN 1 Semarang merupakan salah satu impian AN. Ia pun tekun belajar dan pernah mewakili sekolahan untuk perlombaan voli tingkat kota dan mendapat juara dua.

Dengan sikap sekolah yang ingin AN "keluar" dari sekolah tersebut, ia sempat nekat berusaha masuk kelas tapi didatangi guru dan diminta pulang.

"Saya coba berangkat 4 kali, tanggal 7, 12,15, 21, semua saya disuruh pulang. Saya bilang orangtua saya kan belum tandatangan, tapi katanya bukan masalah tanda tangan," katanya.

Padahal masa-masa ini ia harus mempersiapkan diri untuk Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. Meski tidak sekolah, AN tetap belajar sembari menunggu keputusan final.

Para orangtua siswa yang mendapatkan sanksi kini masih berusaha mendapatkan keadilan. Persoalan juga berkutat pada buku aturan milik sekolahan yang juga dinilai mereka janggal.

"Saya punya cita-cita kuliah jurusan teknik sipil di UGM atau Undip. Atau ke Akpol, kata bapak dijalani saja dulu. Saya di rumah berusaha belajar, teman-teman juga datang memberikan semangat," tandas AN.

(alg/bgs)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads